Gaduh Pidato 'Amplop Kiai' Berbuntut Laporan Polisi dan Desakan Mundur Suharso

Majelis Syariah PPP telah meminta secara resmi agar Suharso mundur dari ketum PPP.

ANTARA/Akbar Nugroho Gumay/YU
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa diminta mundur dari jabatannya oleh Majelis Syariah PPP menyusul gaduh pidato 'amplop kiai'. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Febrianto Adi Saputro, Ali Mansur

Baca Juga


Pidato Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Manoarfa pada acara pembekalan 'Politik Cerdas Berintegritas' oleh KPK beberapa waktu lalu berbuntut panjang. Pidato yang dijuluki pidato 'amplop kiai' itu menuai kegaduhan bahkan sampai berujung pelaporan terhadap Suharso ke kepolisian.

Pada Sabtu (20/8/2022), pelapor bernama Kurniawan membuat laporan ke Polda Metro Jaya atas nama terlapor, Suharso Manoarfa. Kurniawan menilai, pidato 'amplop kiai' telah mencemarkan nama baik para kiai dan pesantren di Indonesia.

"Hari Sabtu (dilaporkan) Saya selaku kuasa hukumnya atas dugaan tindak pidana penghinaan terhadap kiai terkait omongannya Pak Suharso itu waktu dia pidato di acaranya KPK itu," ujar pengacara Ari, Ali Jufri, mewakili Kurniawan, Senin (22/8/2022).

Laporannya itu sendiri teregister dengan nomor LP/B/428/VII/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA, Tanggal: 20 Agustus 2022. Pelapor yang juga alumni pondok pesantren itu mempertanyakan alasan Suharso membicarakan perkara ‘amplop kiai' di depan publik.

"Ini sebuah bentuk penghinaan terhadap kiai dan pesantren di mana pesantren ini kan mendidik generasi baru menjadi generasi masa depan. Tapi ketika ada pernyataan ini menjadi tidak baik, jadi kami melaporkan atas dugaan penghinaan," terang Ali Jufri. 

Dalam laporannya, pelapor menduga pernyataan ‘amplop kiai’ ada unsur pelanggaran di Pasal 156 dan atau Pasal 156 A KUHP. Terlapor dianggap melanggar aturan perihal menyatakan kebencian atau penghinaan terhadap suatu agama atau golongan di muka umum.

 

Setelah laporan polisi itu, pada Senin (22/8/2022) giliran Majelis Syariah PPP meminta Suharso Monoarfa untuk mundur dari kursi ketua Umum PPP. Hal tersebut termaktub dalam surat yang ditandatangani Ketua Majelis Syariah PPP Mustofa Aqil Siraj, Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Mardiono, dan Ketua Majelis Kehormatan PPP Zarkasih Nur.

"Surat sudah dikirim (ke DPP PPP) kemarin sore," ujar Mardiono kepada Republika, Selasa (23/8/2022).

Terdapat sejumlah pertimbangan yang membuat Majelis Syariah PPP, Majelis Pertimbangan PPP, dan Majelis Kehormatan PPP meminta Suharso mundur dari kursi ketua umum PPP. Pertama, adanya rekaman video viral Suharso yang dinilai pihaknya menghina kiai dan pesantren.

"Setelah kami mendengarkan kembali pidato terkait dengan hal diatas, maka kami juga berpandangan bahwa yang disampaikan oleh Saudara Suharso Monoarfa tersebut merupakan ketidakpantasan dan kesalahan bagi seorang pimpinan partai Islam yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan mengedepankan akhlak mulia," tertulis di surat yang ditandatangani pada 22 Agustus 2022 itu.

Pertimbangan kedua adalah demonstrasi yang sering terjadi di depan Kantor DPP PPP. Demonstrasi tersebut terjadi akibat hasil forum permusyawaratan partai, baik di tingkat musyawarah wilayah, musyawarah cabang PPP, dan gratifikasi yang dilaporkan sebagai tindak pidana korupsi kepada KPK.

"Berbagai demonstrasi terhadap kepemimpinan Saudara Suharso Monoarfa tidak hanya terjadi di kantor DPP-PPP, akan tetapi juga dilaksanakan pada Kantor Kementerian PPN/Bappenas dan KPK RI. Demonstrasi seperti ini, belum pernah terjadi sebelumnya dalam perjalanan sejarah PPP dan telah menurunkan marwah PPP sebagai partai politik Islam."

Ketiga, terdapat berbagai pemberitaan mengenai persoalan kehidupan rumah tangga pribadi Suharso. Pemberitaan tersebut tentu menjadi beban moral dan mengurangi simpati terhadap PPP sebagai partai Islam.

Terakhir adalah elektabilitas PPP yang tak kunjung naik di tengah kepemimpinan Suharso. Permasalahan yang dihadapi Suharso tersebut membuat kerja-kerja partai tak produktif dalam menghadapi pemilihan umum (Pemilu) 2024.

 

"Mempertimbang kan hal-hal yang kami sampaikan diatas serta masukan informasi dan pandangan sejumlah pihak baik didalam dan diluar jajaran PPP, maka kami sebagai pimpinan ketiga Majelis di DPP-PPP meminta saudara Suharso Monoarfa untuk berbesar hati mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum DPP PPP," tertulis di surat tersebut.

 

Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Mardiono mengatakan bahwa pihaknya akan mencari solusi terbaik dari permasalahan ini. Ia pun berharap desakan mundur terhadap Suharso tidak akan berdampak pada persiapan PPP menuju Pemilu 2024.

"InsyaAllah semoga tidak (mengganggu persiapan Pemilu 2024) Pak, kami akan mencari solusi yang terbaik dalam menyikapi berbagai isu yang saat ini mengemuka di publik," ujar Mardiono kepada Republika, Selasa (23/8/2022).

Ia menjelaskan, surat permintaan dari Majelis Syariah, Majelis Pertimbangan, dan Majelis Kehormatan PPP untuk meminta Suharso mundur sudah diserahkan ke DPP PPP pada Senin (22/8/2022). Namun, hingga saat ini belum ada respons dari Suharso maupun DPP PPP.

"Sampai saat ini belum (ada respons) Pak, mungkin beliau masih sibuk untuk tugas kementrian atau yang lain," ujar Mardiono.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP PPP Zainut Tauhid Sa'adi sudah mengklarifikasi pidato Suharso Monoarfa di kantor KPK yang dinilai merendahkan martabat kiai. Menurut dia, pidato yang viral tersebut menimbulkan salah penafsiran lantaran dipotong. 

"Hendaknya masyarakat membaca pidato Ketua Umum PPP Bapak Suharso Monarfa secara utuh, tidak dipotong sebagaimana yang beredar dan menjadi viral di masyarakat. Hal tersebut dapat menimbulkan salah penafsiran dan keluar dari konteks yang sebenarnya," ujar Zainut dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Ahad (21/8/2022).

Zainut menjelaskan, pidato tersebut disampaikan Suharso pada acara pembekalan 'Politik Cerdas Berintegritas' oleh KPK. Dalam acara itu, kata dia, Suharso menjelaskan tentang fenomena politik transaksional di masyarakat yang melahirkan praktik politik tidak sehat, mahal, dan koruptif yang pada gilirannya berurusan dengan KPK.

"Pidato beliau sama sekali tidak ada niat untuk merendahkan harkat martabat siapa pun utamanya para kiai dan pengasuh pondok pesantren. Beliau semata ingin mendudukkan persoalan yang selama ini sudah menjadi kebiasaan di masyarakat," kata Zainut.

Pada acara pembekalan 'Politik Cerdas Berintegritas' oleh KPK yang kemudian rekaman videonya viral, Suharso menceritakan pengalamannya saat bertandang ke pesantren besar saat masih menjadi Plt Ketua Umum PPP. Setelah didoakan oleh kiai, dirinya kemudian pergi. 

Lalu dirinya mengaku dihubungi melalui pesan singkat oleh seseoang yang mengingatkan agar Suharso memberikan titipan kepada kiai saat berkunjung. Menurut Suharso, hal tersebut menjadi kenyataan yang ia temukan di lapangan.

 

"Sampai hari ini kalau kami ketemu di sana, itu kalau salamannya itu nggak ada amplopnya Pak, itu pulangnya itu sesuatu yang hambar. This is the real problem that we are facing today," ucap Suharso ketika itu.

 

Empat Tantangan Partai Islam - (infografis republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler