Air Mawar Jadi Warisan Berharga di Oman
IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Berkat mawar dan produksi air mawar, Oman di sepanjang sejarahnya sangat lekat dengan wewangian. Pada zaman Romawi, air mawar digunakan sebagai sumber wewangian di rumah dan tempat-tempat pemujaan.
Jauh sebelum ditemukannya minyak, ekspor wewangian lah yang membuat negara-negara di Jazirah Arab kaya raya. Kini, wewangian yang bersumber dari air mawar masih menjadi andalan Timur Tengah, khususnya Oman. Di negara ini, air mawar merupakan salah satu warisan budaya yang sangat penting. Hingga saat ini, para tamu penting di Oman masih disambut dengan aroma wangi mawar. Begitu pun di akhir kunjungan atau saat jamuan makan, mereka diperciki air mawar.
Teknologi penyulingan yang masih digunakan saat ini di Oman untuk menghasilkan air mawar merupakan warisan tradisi Islam yang berasal dari abad ke-9. Kala itu, ahli filsafat, matematika dan fisika Arab, al-Kindi menuliskan perihal tata cara penyulingan dalam kitabnya Kimya' al-'Itr wa al-Tas'idat (Kimia Parfum dan Penyulingan).
Kemudian pada awal abad ke-11, dokter Persia sekaligus filosof Ibnu Sina (Avicenna) untuk pertama kali melakukan penyulingan untuk mengekstrak minyak bunga mawar. Melalui temuannya, Ibnu Sina telah meletakkan dasar bagi industri parfum modern dan aromaterapi.
Air mawar juga disebut-sebut dalam buku karya Karen Armstrong yang berjudul Perang Suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk. Disebutkan dalam buku itu, pasukan pimpinan Sultan Salahuddin al-Ayyubi kembali menduduki Yerusalem setelah sebelumnya dikuasai umat Nasrani.
Karena itu, dilakukanlah upaya untuk menyucikan kembali Masjidil Aqsha dan masjid-masjid di sekitarnya. Sejarah mencatat, penyucian itu antara lain dilakukan dengan memercikkan air mawar. Usai disucikan lagi, Masjidil Aqsha pun kembali digunakan untuk menunaikan shalat pada Jumat, 9 Oktober 1187.