Anggota DPR Menolak Beri Keterangan Kasus TPPU Mantan Bupati Banjarnegara
Lasmi meminta KPK membuka blokir rekeningnya untuk gaji DPR.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil anggota DPR dari Fraksi Demokrat Lasmi Indaryani sebagai saksi dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) pada Selasa (30/8/2022). Namun, Lasmi menolak memberikan keterangan terhadap Budhi yang merupakan ayahnya.
Lasmi mengatakan, penolakan itu merupakan haknya. Hal ini diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada ayat (1) disebutkan, setiap orang wajib memberi keterangan sebagai saksi atau ahli, kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, istri atau suami, anak, dan cucu dari terdakwa.
"Saya memakai Pasal 35. Jadi kami sebagai anak, istri atau keluarga yang sedarah itu berhak untuk tidak memberikan kesaksian, terhadap ayah saya ya terutama," kata Lasmi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022).
Meski demikian, Lasmi menjelaskan, dalam pemeriksaan tersebut, dirinya memberikan keterangan terhadap terdakwa Kedi Afandi. Kedi merupakan orang kepercayaan Budhi Sarwono. Kedi turut diadili dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi berbagai proyek yang diduga melibatkan tiga perusahaan milik Budhi pada kurun waktu 2017-2018.
"Hari ini saya memberikan kesaksian untuk Saudara Kedi Afandi," ujar Lasmi. Ia menuturkan, dalam pemeriksaan itu, ia dicecar 13 pertanyaan oleh tim penyidik KPK. Salah satu yang ditanyakan adalah apakah dia mengenal sosok Kedi, hingga klarifikasi terkait rekening pribadi Lasmi yang diblokir oleh KPK
"(Pertanyaannya) lebih kayak kenal (Kedi) atau tidak, ya masih ini aja sih. Dilihat rekening saya dan sebenarnya rekening saya kan sudah lama diblokir, juga sudah bisa dicek. Tapi mereka (penyidik KPK) konfirmasi saja, ini untuk apa? Dan masih oke sih," ujar dia.
Lasmi mengaku sempat menyampaikan keluhan kepada penyidik lantaran rekening miliknya itu diblokir oleh KPK. Padahal, jelas dia, rekening tersebut tidak ada kaitannya dengan kasus korupsi yang menjerat sang ayah.
"Rekening saya yang gaji DPR itu diblokir, padahal tidak ada sangkut pautnya dengan urusan ini," tegas dia.
Selain itu, sambung dia, rekening tersebut juga ia gunakan untuk menerima tunjangan dari hasil kerjanya sebagai anggota DPR. Lasmi menyebut, pemblokiran rekeningnya itu sudah berlangsung hampir setahun.
Meski demikian, Lasmi enggan merinci jumlah uang yang ada dalam rekening tersebut. Menurut dia, pemblokiran ini menyusahkan dirinya. Sebab, ia tidak dapat melakukan transaksi maupun penarikan uang dari rekening miliknya itu.
"Kami merasa agak tidak adil sih, karena itukan rekening saya sebagai anggota DPR RI tidak ada hubungannya dengan APBD, tidak ada hubungannya dengan perusahaan, dan saya buka rekening itu waktu saya menjadi anggota DPR," ucap Lasmi.
Dia menuturkan, rekening yang telah diblokir itu bisa dibuka kembali. Namun, penyidik KPK meminta dirinya untuk memberikan bukti yang dapat menjelaskan bahwa rekening itu tidak berkaitan dengan kasus Budhi Sarwono. "Mereka (penyidik) meminta surat dari kami bahwa keterangan bahwa itu adalah gaji saya secara anggota DPR, yang tidak ada kaitannya dengan kasus ini," tutur Lasmi.
Sebelumnya, KPK kembali menetapkan Budhi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang atau jasa di Pemkab Banjarnegara pada tahun 2019-2021 dan penerimaan gratifikasi. KPK belum dapat menyampaikan perihal peran Budhi, konstruksi perkara, atau pasal yang disangkakan.
Saat ini, tim penyidik KPK sedang mengumpulkan alat bukti melalui pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi. Pada 15 Maret 2022, KPK juga telah menetapkan Budhi sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan tersebut merupakan pengembangan dari kasus korupsi turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan pada Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara, Jawa Tengah, pada tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi.
Dalam kasus itu, diduga ada upaya maupun tindakan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang bersumber dari tindak pidana korupsi, seperti dibelanjakan dalam bentuk berbagai aset baik bergerak ataupun tidak bergerak. Selain itu, KPK juga telah menyita aset senilai Rp 10 miliar yang diduga milik tersangka Budhi dalam kasus pencucian uang tersebut.