Pengadilan Myanmar Vonis Mantan Dubes Inggris Satu Tahun Penjara
Bowman dipenjara karena tidak melaporkan tempat tinggal mereka.
REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pengadilan di Myanmar yang dikuasai militer pada Jumat (2/9/2022) menjatuhkan hukuman satu tahun penjara kepada mantan duta besar Inggris, Vicky Bowman karena tidak mendaftarkan tempat tinggalnya. Bowman dan suaminya, yang merupakan seorang warga negara Myanmar, masing-masing dijatuhi hukuman satu tahun penjara di Penjara Insein di Yangon.
Sejak 2013, Bowman menjabat sebagai kepala Myanmar Centre for Responsible Business, yaitu sebuah kelompok penasihat etika bisnis yang mencakup promosi hak asasi manusia melalui bisnis yang bertanggung jawab di Myanmar. Tuduhan terhadap Bowman telah secara luas dilihat sebagai dalih untuk menindaknya karena pandangan dianggap kritis oleh junta.
"Kami akan terus mendukung Bowman dan keluarganya sampai kasus mereka diselesaikan," ujar Kantor Luar Negeri Inggris di London.
Bowman dan suaminya ditangkap pada 24 Agustus. Bowman menjabat sebagai utusan Inggris pada 2002-2006. Tugas pertama Bowman sebagai diplomat di Myanmar adalah pada 1990-1993 sebagai sekretaris kedua kedutaan Inggris.
Bowman dan suaminya ditahan, karena tahun lalu mereka tidak menyampaikan pemberitahuan kepada pihak berwenang ketika pindah dari alamat terdaftar mereka di Yangon ke Kotapraja Kalaw di negara bagian Shan di Myanmar timur-tengah. Mereka ditangkap dalam perjalanan kembali ke Yangon.
Bowman dan suaminya, Htein Lin, didakwa berdasarkan Undang-Undang Imigrasi dan Aturan Pendaftaran Orang Asing. Bowman telah mengajukan visa untuk melakukan bisnis di Myanmar. Dia didakwa melanggar aturan visa karena tidak mematuhi peraturan yang mengatur orang asing.
Bowman dapat dikenai hukuman enam bulan hingga lima tahun penjara karena mengubah alamat pada kartu pendaftaran izin tinggal resminya. Tindakan Bowman itu secara otomatis membuatnya melanggar Undang-Undang Imigrasi. Hukuman tingkat tinggi terhadap orang asing biasanya diikuti dengan pengusiran mereka dari Myanmar sebelum mereka menjalani hukuman penuh, meskipun masa penahanan mereka terkadang bisa berlangsung selama berbulan-bulan.
Pekan lalu, pernyataan junta mengatakan, suami Bowman didakwa bersekongkol karena tidak mendaftarkan alamat yang sesuai. Htein Lin adalah seorang seniman dan aktivis politik veteran. Ketika masih mahasisw, Htein Lin mengambil bagian dalam pemberontakan Myanmar melawan kekuasaan militer pada 1988. Dia juga seorang tahanan politik di bawah pemerintahan masa lalu.
Myanmar berada di bawah kekuasaan militer sejak Februari 2021. Militer menggulingkan pemerintah sipil terpilih Aung San Suu Kyi. Kudeta itu memicu protes damai yang meluas dan berujung pada kekerasan serta perlawanan bersenjata.
Menurut daftar Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sekitar 2.262 warga sipil tewas dalam tindakan keras pemerintah militer dan lebih dari 15.320 orang telah ditangkap. Juru bicara kantor hak asasi manusia PBB di Jenewa, Ravina Shamdasani, mengatakan, pihaknya sangat terkejut bahwa otoritas de facto telah berusaha untuk menghukum orang-orang yang telah berkomitmen untuk pembangunan negara.
“Secara keseluruhan, kami telah menyuarakan keprihatinan tentang hilangnya keadilan bagi ribuan orang di Myanmar. Dan persidangan ini dan hukuman semacam ini semakin menambah kekhawatiran yang kami alami,” kata Shamdasani.
Kelompok Amnesty International, mengatakan, sejak kudeta militer para aktivis, seniman, jurnalis, mahasiswa, pemilik bisnis, dan profesional medis secara sewenang-wenang ditahan dan dipenjara oleh militer dengan dalih sekecil apa pun. “Laporan terbaru tentang hukuman mantan duta besar Inggris dan suaminya sangat memprihatinkan. Militer Myanmar memiliki rekam jejak yang terkenal dalam menangkap dan memenjarakan orang-orang dengan tuduhan bermotif politik atau tuduhan dibuat-buat,” ujar pernyataan Amnesty International.