Efek Samping Vaksin Bivalen Covid-19, Apa Saja?
Vaksin bivalen dari Pfizer dan Moderna saat ini digunakan untuk 'booster'.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah mengeluarkan izin penggunaan untuk dua vaksin bivalen dari Moderna dan Pfizer. Kedua vaksin bivalen ini dapat diberikan kepada masyarakat Amerika Serikat sebagai booster. Apa saja efek sampingnya?
Kedua vaksin baru dari Moderna dan Pfizer ini disebut sebagai vaksin bivalen karena dapat bekerja melawan dua strain SARS-CoV-2. Kedua strain tersebut adalah strain orisinal dan strain subvarian Omicron seperti BA.4 dan BA.5.
Seperti diketahui, subvarian Omicron memiliki kemampuan untuk menular dan menyebar dengan cepat. Kehadiran vaksin bivalen diharapkan dapat membendung lonjakan kasus Covid-19 akibat subvarian Omicron, yang mulai terjadi sejak musim gugur dan musim dingin kemarin.
Untuk saat ini, CDC mengizinkan vaksin bivalen dari Pfizer untuk diberikan sebagai booster kepada individu berusia 12 tahun ke atas. Sedangkan vaksin bivalen dari Moderna diperbolehkan untuk individu berusia 18 tahun ke atas.
Seperti booster lainnya, vaksin bivalen ini juga dapat memunculkan beebrapa efek samping. Sejauh ini, efek samping yang ditimbulkan oleh vaksin bivalen dari Moderna dan Pfizer tak jauh berbeda dengan vaksin Covid-19 lainnya.
"Efek samping yang diantisipasi sama persis seperti efek samping yang terjadi pada vaksinasi-vaksinasi sebelumnya," jelas profesor di bidang ilmu kedokteran preventif dari Department of Health Policy di Vanderbilt University Medical Center, William Schaffner, seperti dilansir Huffington Post, Sabtu (17/9/2022).
Beberapa efek samping vaksin bivalen yang cukup umum muncul adalah sakit kepala, lelah, serta rasa nyeri dan kemerahan di area suntikan. CDC menambahkan, demam juga menjadi efek samping yang cukup umum ditemukan setelah vaksin bivalen diberikan. Sedangkan Food and Drug Administration (FDA) mengungkapkan bahwa gejala menggigil, nyeri otot, dan nyeri sendi juga bisa terjadi.
Perlu dipahami bahwa kemunculan efek samping setelah vaksinasi atau pemberian booster bukanlah hal yang buruk. Sebaliknya, kemunculan efek samping ini merupakan pertanda baik yang menunjukkan bahwa peradangan dan imun tubuh merespons vaksin yang disuntikkan ke dalam tubuh.
Profesor di bidang penyakit menular dari Stanford University, Yvonne Maldonado, mengatakan efek samping yang muncul setelah vaksinasi atau pemberian booster bisa sangat beragam. Selain beberapa gejala atau efek samping yang umum, ada pula gejala yang kurang umum. Salah satu contohnya adalah pembengkakan kelenjar getah bening, khususnya di area ketiak pada sisi lengan yang diinjeksi dengan vaksin.
Maldonado mengatakan pembengkakan kelenjar getah bening di area ketiak tersebut bisa mengganggu hasil tes mammogram. Oleh karena itu, Maldonado menyarankan agar pasien yang menjalani tes mammogram setelah menerima vaksin Covid-19 perlu memberitahu dokter mengenai hal tersebut. Dengan begitu para dokter bisa mengantisipasi potensi masalah yang mungkin muncul pada pencitraan gambar.
Meredakan Efek Samping
Efek samping dari vaksin dan booster Covid-19 biasanya akan mereda dalam beberapa hari. Masyarakat bisa menggunakan obat pereda nyeri untuk meringankan gejala-gejala yang mengganggu.
Bila efek samping memunculkan rasa nyeri atau tak nyaman yang cukup berat, sebaiknya hubungi penyedia layanan kesehatan untuk mendapatkan arahan lebih lanjut. Perlu diketahui, reaksi berat setelah vaksinasi sangat jarang terjadi, yaitu hanya beberapa kasus per 1 juta dosis vaksin yang diberikan.
Selain itu, sebagian besar reaksi berat akibat vaksin Covid-19 terjadi sekitar 15 menit setelah vaksin disuntikkan. Oleh karena itu, masyrakat dianjurkan untuk menunggu sekitar 15-30 menit setelah menerima suntikan booster agar bisa diawasi oleh petugas medis.
Mengapa Vaksin Bivalen Direkomendasikan?
Profesor di bidang ilmu kedokteran dan penyakit menular dari Mayo Clinic, Dr Gregory Poland, mengungkapkan bahwa tujuan utama virus adalah menginfeksi orang sebanyak mungkin. Semakin banyak orang yang terinfeksi, semakin besar kesempatan yang dimiliki virus untuk bermutasi.
Hal tersebut juga berlaku untuk virus yang menyebabkan Covid-19, yaitu SARS-CoV-2. Oleh karena itu, seiring meluasnya kasus Covid-19, ada semakin banyak pula varian-varian baru yang bermunculan.
Mengingat saat ini varian yang mendominasi adalah subvarian Omicron, mendapatkan perlindungan terhadap varian tersebut akan sangat membantu memutus transmisi virus. Perlindungan ini bisa didapatkan dari vaksin bivalen yang memang dirancang untuk melawan strain orisinal SARS-CoV-2 sekaligus beragam subvarian Omicron.