Studi: Karakter Muslim Kurang Terwakili di TV

Sampai saat ini masih belum cukup banyak respresentasi Muslim di televisi.

Youtube
Aksi simpatik Muslim di Amerika Serikat (ilustrasi)
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,SACRAMENTO -- Representasi suatu kelompok atau golongan di media populer sangat penting. Hal ini dapat menggambarkan bagaimana kelompok itu dikenal di masyarakat luas.

Baca Juga


Untuk komunitas Muslim, khususnya di Barat, tampaknya hal ini masih harus menemui jalan panjang. Menurut sebuah penelitian, sampai saat ini masih belum cukup banyak respresentasi Muslim di televisi.

Jumlah Muslim merupakan seperempat dari populasi dunia, tetapi hanya ada 1 persen dari karakter yang muncul di 200 acara TV. Annenberg Inclusion Initiative dari University of Southern California mencoba melihat lebih dekat penggambaran karakter Muslim di layar kaca, sekaligus menyebut bahwa ada banyak cara untuk memperbaiki keadaan.

Para peneliti menganalisis tiga episode pertama dari 200 acara berperingkat teratas di AS, Inggris, Australia dan Selandia Baru dari 2018 dan 2019. Hasilnya, mereka menemukan perbandingan untuk setiap satu karakter Muslim dengan dialog ada 90 non-Muslim dengan kondisi yang sama. Hal ini kira-kira sekitar 2 persen dari total karakter yang ada pada 2018, dan kurang dari 1 persen pada tahun berikutnya.

Dilansir di Calgary Herald, Senin (19/9), hal meresahkan lainnya adalah persentase kecil ini berasal dari hanya 16 pertunjukan atau tayangan. Sisa dari pertunjukan yang diulas tidak menampilkan satu pun karakter yang memiliki latar belakang Muslim.

“Muslim merupakan 25 persen dari populasi dunia, namun hanya 1,1 persen karakternya dalam serial televisi populer,” kata penulis utama studi berjudul 'Erased or Extremists: The Stereotypical View of Muslims in Popular Episodic Series', Al-Baab Khan.

Hal radikal seperti ini disebut tidak hanya merupakan penghinaan, tetapi juga berpotensi menciptakan cedera di dunia nyata bagi penonton. Khususnya pada Muslim yang mungkin menjadi korban prasangka, diskriminasi dan bahkan kekerasan.

Stereotipnya pun kuat, karena lebih dari 30 persen dari 98 total karakter Muslim yang diidentifikasi dalam penelitian ini seseorang dengan temperamen atau menunjukkan kekerasan. Sementara, hampir 40 persen digambarkan sebagai target serangan kekerasan.

Karakter Muslim dengan pekerjaan sebagian besar adalah penjahat (37,2 persen) atau kebalikan dari spektrum, dalam proses penegakan hukum (15,7 persen). Tak hanya itu, untuk karakter wanita Muslim pun hanya sekitar 21,6 persen di layar kecil.

“Temuan penelitian ini mengungkapkan betapa jarangnya pembuat konten berpikir untuk memasukkan Muslim dalam cerita populer, terutama anak perempuan dan perempuan,” ucap Pendiri USC Annenberg Inclusion Initiative, Stacy L. Smith.

Akibatnya, pemirsa harus menonton konten tersebut selama berjam-jam, sebelum akhirnya melihat bahkan satu penggambaran karakter Muslim. Mirisnya, lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk menemukan penggambaran atau karakter yang tidak terkait dengan kekerasan atau ekstremisme.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler