Akses Internet Diputus karena Aksi Demonstrasi yang Terus Berlanjut di Iran
Pemutusan akses internet untuk alasan keamanan.
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Warga Iran mengalami pemadaman internet hampir total pada Rabu (21/9/2022). Ketidaktersediaan akses internet itu terjadi di tengah hari-hari protes massal terhadap pemerintah atas kematian Mahsa Amini yang ditahan oleh polisi moral karena diduga melanggar aturan berpakaian.
Pejabat Iran sebelumnya mengisyaratkan, tindakan tersebut mungkin diambil dari masalah keamanan. Hilangnya konektivitas akan mempersulit orang untuk mengorganisasi protes dan berbagi informasi tentang tindakan keras pemerintah terhadap perbedaan pendapat.
Saksi di Iran yang berbicara dengan syarat anonim karena takut akan pembalasan mengatakan pada Rabu malam, mereka tidak dapat lagi mengakses internet menggunakan perangkat seluler. "Kami melihat layanan internet, termasuk data seluler, diblokir di Iran dalam beberapa jam terakhir,” kata direktur analisis internet di Kentik, Inc. Doug Madory pada Rabu malam.
“Ini kemungkinan tindakan pemerintah mengingat situasi saat ini di negara ini. Saya dapat mengonfirmasi hampir total runtuhnya konektivitas internet untuk penyedia seluler di Iran," ujar pemimpin perusahaan intelijen jaringan itu.
Grup yang berbasis di London yang memantau akses internet NetBlocks sebelumnya telah melaporkan gangguan yang meluas ke Instagram dan WhatsApp. Perusahaan induk Facebook Meta mengatakan, mereka sadar bahwa akses ke layanan internet Iran ditolak.
"Kami berharap hak mereka untuk online akan segera dipulihkan," kata perusahan yang menaungi Instagram dan WhatsApp dalam sebuah pernyataan.
Menteri Telekomunikasi Iran Isa Zarepour dikutip oleh media pemerintah sebelumnya mengatakan, pembatasan tertentu mungkin diberlakukan karena masalah keamanan, tanpa menjelaskan lebih lanjut. Iran sudah memblokir Facebook, Telegram, Twitter, dan YouTube, meskipun pejabat tinggi Iran menggunakan akun publik di platform tersebut. Banyak orang Iran mengatasi larangan menggunakan jaringan pribadi virtual (VPN) dan proxy.
Dalam perkembangan terpisah, beberapa situs resmi, termasuk untuk Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, kepresidenan, dan Bank Sentral, dihapus setidaknya untuk sementara. Kondisi ini akibat peretas yang mengklaim telah meluncurkan serangan siber terhadap lembaga negara. Peretas yang terkait dengan gerakan bayangan Anonymous mengatakan, mereka menargetkan lembaga negara Iran lainnya, termasuk televisi pemerintah.
Juru bicara Bank Sentral Mostafa Qamarivafa membantah bahwa bank diretas. Menurut pernyataan yang diberikan kepada kantor berita resmi pemerintah IRNA, situs web hanya tidak dapat diakses karena serangan terhadap server yang menampungnya. Situs web itu kemudian dipulihkan.
Iran telah menjadi sasaran beberapa serangan siber dalam beberapa tahun terakhir, banyak oleh peretas yang mengungkapkan kritik terhadap teokrasinya. Tahun lalu, serangan siber melumpuhkan pompa bensin di seluruh negeri.
Ulah ini membuat antrean panjang pengendara yang marah karena tidak bisa mendapatkan bahan bakar bersubsidi selama berhari-hari. Pesan yang menyertai serangan itu tampaknya merujuk pada pemimpin tertinggi.
Usai kematian Amini, Iran telah menyaksikan protes nasional atas kematian perempuan berusia 22 tahun. Demonstran bentrok dengan polisi dan menyerukan kejatuhan negara tu sendiri, bahkan ketika Presiden Iran Ebrahim Raisi berpidato di Majelis Umum PBB pada Rabu.
Protes berlanjut untuk hari kelima pada Rabu, termasuk di ibu kota, Teheran. Menurut kantor berita semi-resmi pemerintah Iran, Fars, polisi di sana menembakkan gas air mata ke pengunjuk rasa yang meneriakkan "matilah diktator," dan "Saya akan membunuh orang yang membunuh saudara perempuan saya."
Kantor hak asasi manusia PBB mengatakan, polisi moral telah meningkatkan operasi dalam beberapa bulan terakhir dan menggunakan metode yang lebih kejam. Mereka diketahui menampar perempuan, memukulinya dengan tongkat, dan mendorong mereka ke dalam kendaraan polisi.
Inggris merilis sebuah pernyataan pada Rabu, menyerukan penyelidikan atas kematian Amini dan agar Iran menghormati hak untuk berkumpul secara damai. Raisi sebelumnya juga sudah meminta penyelidikan kematian Amini.
Tapi, para pejabat Iran menyalahkan protes yang terus berkobar pada negara-negara asing yang tidak disebutkan namanya. Mereka dinilai sedang mencoba untuk menimbulkan kerusuhan.
Iran telah bergulat dengan gelombang protes dalam beberapa tahun terakhir, terutama atas krisis ekonomi jangka panjang yang diperburuk oleh sanksi Barat terkait dengan program nuklirnya. Pemerintahan Biden dan sekutu Eropa telah bekerja untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran 2015, Iran mengekang kegiatan nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi, tetapi pembicaraan telah menemui jalan buntu selama berbulan-bulan.
Dalam pidatonya di PBB, Raisi mengatakan, Iran berkomitmen untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir tetapi mempertanyakan, apakah itu bisa memercayai komitmen AS untuk kesepakatan apa pun. Pernyataan itu merujuk pada keputusan Presiden AS Donald Trump yang secara sepihak menarik diri dari perjanjian Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).