Iran Ancam Tuntut Warga yang Ikut Aksi Protes Kematian Mahsa Amini

Warga Iran diminta tidak berpartisipasi dalam demonstrasi kematian Mahsa Amini

AP Photo/Bilal Hussein
Lava Baker memegang jilbab dan plakat selama protes terhadap kematian Mahsa Amini Iran di Iran, di Lapangan Martir di pusat kota Beirut, Lebanon, Rabu, 21 September 2022. Protes meletus di seluruh Iran dalam beberapa hari terakhir setelah Amini , seorang wanita berusia 22 tahun, meninggal saat ditahan oleh polisi moral karena melanggar aturan berpakaian Islami yang diterapkan secara ketat di negara itu.
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Kementerian Intelijen Iran telah memperingatkan warga untuk tidak berpartisipasi dalam demonstrasi memprotes kematian Mahsa Amini. Mereka mengatakan, warga yang tertangkap saat berpartisipasi dalam aksi tersebut akan dituntut.

“Mengingat eksploitasi insiden baru-baru ini oleh kelompok-kelompok (oposisi), setiap kehadiran dan partisipasi dalam pertemuan ilegal akan mengakibatkan tuntutan hukum berdasarkan KUHP,” kata Kementerian Intelijen Iran, Kamis (22/9/2022), dilaporkan kantor berita Nour News yang terafiliasi dengan pemerintah.

Sejumlah pengguna media sosial di Iran mengaku turut menerima peringatan tersebut lewat pesan singkat ke ponsel mereka. Presiden Iran Ebrahim Raisi menegaskan, pemerintahannya akan menyelidiki kematian Mahsa Amini (22 tahun). Amini diduga tewas akibat dianiaya “polisi moral” Iran setelah dia ditangkap karena tak mengenakan hijab yang dianggap ideal.

Dalam sebuah konferensi pers di markas PBB di New York, Raisi kembali menyampaikan kesimpulan koroner bahwa Mahsa Amini tidak dianiaya atau dipukuli. “Tapi saya tidak ingin terburu-buru mengambil kesimpulan,” ucapnya, Kamis (22/9/2022), dikutip laman Al Arabiya.

Dia menekankan, jika memang ada pihak yang salah dalam kematian Amini, hal itu tentu harus diusut. “Saya menghubungi keluarga almarhumah pada kesempatan pertama dan saya meyakinkan mereka secara pribadi bahwa kami akan terus menyelidiki insiden tersebut,” ujar Raisi.

Kematian Amini telah memicu gelombang demonstrasi di Iran. Perempuan-perempuan di sana turut turun ke jalan dan menunjukkan solidaritasnya kepada Amini dengan cara membakar hijab mereka beramai-ramai. Kerusuhan pun tak terhindarkan. Sejauh ini, setidaknya 17 orang sudah dilaporkan tewas akibat tindakan represif aparat keamanan Iran.

Pada 13 September lalu, “polisi moral” Iran menangkap Mahsa Amini di Teheran. Dia ditangkap karena hijab yang dipakainya dianggap tidak ideal. Di Iran memang terdapat peraturan berpakaian ketat untuk wanita, salah satunya harus mengenakan hijab saat berada di ruang publik.

Setelah ditangkap polisi moral, Amini ditahan. Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan bahwa wanita berusia 22 tahun itu dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.

Amini kemudian dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengklaim, saat berada di tahanan, Amini tiba-tiba mengalami masalah jantung. Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung. Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu. Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Mereka menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler