Jatim Catat 8.894 Kasus DBD, Anggota DPRD Minta Dinkes Serius

Dinkes Jatim mengaku melakukan berbagai upaya untuk menekan kasus DBD

Antara/Prasetia Fauzani
Petugas kesehatan memberikan penanganan medis kepada pasien penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) ilustrasi. Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Hikmah Bafaqih mengungkapkan, jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jatim mulai 1 Januari hingga 24 September 2022 mencapai 8.894 orang.
Rep: Dadang Kurnia Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Hikmah Bafaqih meminta Dinas Kesehatan merespons serius atas peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jatim. Dia mengungkapkan, jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jatim mulai 1 Januari hingga 24 September 2022 mencapai 8.894 orang. Adapun jumlah kematian atau Case Fatality Rate (CFR) mencapai 110 orang atau setara 1,2 persen.

Baca Juga


Hikmah mengungkapkan, kasus DBD di Jatim jika dibandingkan tahun sebelumnya mengalami peningkatan. Di mana sepanjang 2021, jumlah penderita DBD di Jatim tercatat sebanyak 6.760 orang dengan jumlah kematian 72 orang atau setara 1 persen.

"Jumlah penderita DBD tertinggi tahun 2022 adalah Kabupaten Malang sebanyak 600 orang, Kabupaten Tuban 481 orang, Kabupaten Ngawi 471 orang, Kota Malang 448 orang dan Kabupaten Banyuwangi 407 orang," ujarnya, Selasa (27/9).

Politikus PKB itu melanjutkan, untuk jumlah kematian DBD tertinggi sepanjang 2022 tercatat di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Nganjuk dengan jumlah masing-masing 11 orang. Kemudian disusul Kota Malang sebanyak 10 orang, serta Kabupaten Magetan, Kabupaten Malang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Pasuruan dengan catatan masing-masing 5 orang. 

"Sebenarnya kasus ini merupakan hal serius yang setiap tahun terjadi. Kalau tahun kemarin memang jarang terekspos karena semuanya fokus kepada Covid-19," kata Hikmah.

Hikmah mengaku sudah mewanti-wanti Dinas Kesehatan Jatim agar penyakit tahunan ini direspons secara serius. Menurut Hikmah, jika pencegahan DBD dilakukan secara masif, maka wabah ini bisa diantisipasi. Ia pun meminta jajaran Dinkes Jatim untuk tidak bosan-bosannya mengedukasi masyarakat terkait bahaya DBD dan cara mengantisipasinya.

Hikmah pun mengingatkan masyarakat untuk tidak merasa aman ketika melakukan fogging di sekitar tempat tinggal. Menurutnya akan sangat percuma meskipun dilakukan fogging namun mengabaikan faktor lain seperti air menggenang dan kurang menjaga daya tahan tubuh.

“Maka dari itu dalam situasi seperti ini petugas kesehatan mulai dari Puskesmas, Polindes harus turun kepada masyarakat untuk mengedukasi terkait pencegahan DBD,” kata Hikmah.

Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur dr Erwin Astha Triyono mengaku telah melakukan berbagai upaya untuk menekan kasus DBD di wilayah setempat. Upaya yang dilakukan di antaranya adalah meningkatkan peran masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara menguras, menutup, memantau, dan menimbun (3M Plus) barang-barang yang berpotensi menimbulkan genangan air.

Erwin mengaku, pihaknya juga rutin melakukan koordinasi dengan sektor terkait dalam upaya pencegahan penyakit DBD. Ia menjelaskan, DBD adalah penyakit menular disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Ae.albopictus. Gejala DBD ditandai demam 2-7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan dan penurunan jumlah trombosit.

"Faktor yang mempengaruhi penyebarluasan DBD adalah kepadatan penduduk, mobilitas penduduk dan perilaku masyarakat. Selain itu juga perubahan iklim global, pertumbuhan ekonomi, dan kurangnya ketersediaan air bersih," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler