China dan Rusia Menentang Pertemuan DK PBB yang Bahas Korut
Reaksi dewan keamanan PBB harus kondusif untuk meredakan situasi di Semenanjung Korea
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - China dan Rusia sepakat menentang usulan Amerika Serikat (AS) yang meminta Dewan Keamanan PBB untuk bertemu membahas Korea Utara (Korut) pada Rabu (5/11/2022). AS menginginkan pembicaraan mengenai tindakan Korut yang menembakan rudal di atas udara Jepang kemarin.
"Kita harus membatasi kemampuan DPRK untuk memajukan program rudal balistik dan senjata pemusnah massal yang melanggar hukum," kata Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield.
Inggris, Prancis, Albania, Norwegia, dan Irlandia bergabung dengan AS dalam mengajukan permintaan tersebut. Korut secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK).
Namun, China dan Rusia, yang memiliki hak veto menentang pertemuan publik tersebut dengan alasan bahwa reaksi dewan keamanan PBB harus kondusif untuk meredakan situasi di Semenanjung Korea. Belum jelas apakah dewan akan bertemu secara terbuka atau tertutup pada Rabu. Para diplomat Cina dan Rusia berpendapat bahwa tidak mungkin ada tindakan dewan yang berarti menyoal isu ini.
Korut selama bertahun-tahun dilarang melakukan uji coba nuklir dan peluncuran rudal balistik oleh Dewan Keamanan. Pihaknya pun telah memperkuat sanksi terhadap Pyongyang selama bertahun-tahun untuk mencoba dan memotong dana untuk program-program itu.
Dalam beberapa tahun terakhir, hak veto China dan Rusia telah meminta PBB melonggarkan sanksi terhadap Korut untuk tujuan kemanusiaan dan untuk menarik Pyongyang kembali ke pembicaraan internasional yang mandek yang bertujuan membujuk pemimpin Kim Jong-un untuk melakukan denuklirisasi.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk peluncuran rudal Korut ke Jepang. Menurutnya langkah Korut adalah tindakan sembrono dan melanggar resolusi Dewan Keamanan, kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.
"Ini juga menjadi perhatian serius bahwa DPRK sekali lagi mengabaikan pertimbangan untuk penerbangan internasional atau keselamatan maritim," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric. Guterres juga dikatakan telah mendesak Pyongyang untuk melanjutkan pembicaraan dengan pihak-pihak penting.