Ferdy Sambo Menggantungkan Nasib di Pelecehan Seksual Istrinya
Dugaan pemerkosaan Putri Candrawathi bisa mengubah persepsi pengadilan.
Oleh : Ilham Tirta, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Sidang kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat layak ditunggu. Bukan saja soal peristiwa pembunuhannya, tetapi juga kasus turunannya, perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Dua kasus itu menyidangkan Ferdy Sambo Cs, perwira tinggi dan menengah di kepolisian yang baru saja dicopot.
Penting, karena sejumlah besar terdakwa adalah mereka yang selama ini berjibaku dalam berbagai kasus besar di kepolisian, yaitu Propam, Bareskrim, dan Polda Metro Jaya. Dalam garis instruksi Bhayangkara, mereka adalah pemegang tongkat komando yang bersusun-susun, setidaknya bekel yang memiliki sekelompok 'pesuruh'.
Ferdy Sambo awalnya menginginkan semuanya 'bersih'. Ia tak seharusnya kehilangan martabat dan kedudukannya setelah membunuh orang yang diyakini melecehkan istrinya. Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka utama pembunuhan Brigadir Yoshua, mantan Kadiv Propam Polri dengan pangkat akhir jenderal bintang dua (Irjen) itu telah menyerah pada status hukumnya. Ia mengakui memerintahkan pembunuhan itu dan ada rekayasa serta perintangan penyidikan yang menyertainya. Semua itu telah diklaim Sambo dalam satu bungkus penuh pernyataan penyesalan dan permintaan maaf.
Sampai di sini, Sambo tampil menyerah pada dua hal strategis. Kehilangan semua pencapaiannya di Polri dan pemenjaraan sekian tahun yang bakal dijalaninya. Dua itu memang sudah tak bisa ditawar, namun yang lainnya tidak. Sambo mendasarkan semua perbuatannya itu pada simpul yang sama, kekerasan seksual yang menimpa istrinya, Putri Candrawathi.
Soal klaim itu, Sambo tak mau menawarnya. Hingga pelimpahan tahap kedua kasusnya ke kejaksaan pada Rabu (5/10/2022), Sambo menunjukan gestur melawan. Pesannya, Putri Candrawathi korban pemerkosaan, motif pembunuhannya jelas, dan keadilan yang objektif. Tujuannya, Putri terbebas dari semua dakwaan, yang dengan sendirinya meringankan hukuman Sambo dan kawan kawan.
Soal tujuan itu, Sambo diuntungkan oleh eksistensi Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Dua Komnas itu secara mengejutkan berduet menginvestigasi kasus pembunuhan Brigadir Yoshua. Salah satu kesimpulan bersamanya, Putri Candrawathi mengalami kekerasan seksual atau pemerkosaan oleh Yoshua. Yang mengejutkan, kesimpulan itu hanya berdasar pada pengakuan para tersangka, utamanya Putri sendiri, tanpa disebut bukti-bukti pembanding yang menguatkan.
Kesimpulan kedua Komnas itu tentu keberuntungan besar bagi Sambo Cs. Itu akan menjadi penguat materi pembelaan oleh Ferbri Diansyah Cs untuk Sambo dan Putri. Lebih beruntung lagi jika kesimpulan itu dijadikan penguat motif pembunuhan pada berkas perkara Sambo yang diserahkan Polri ke Kejaksaan.
Untuk diketahui, motif pembunuhan berencana itu sampai saat ini belum diungkapkan ke publik. Terakhir, Polri hanya bermain //clue//, antara pelecehan seksual dan perselingkuhan. Entah mengapa, Polri dan Kejaksaan satu suara untuk merahasiakannya sampai di ruang dakwaan nanti.
Pemerkosaan terhadap perempuan, apalagi seorang istri, akan mengoyak emosi siapapun yang berkeluarga. Dalam kasus Sambo, jika itu terjadi, adalah seorang jenderal yang mendapati laporan istrinya diperkosa oleh ajudannya sendiri. Sementara Putri, adalah korban pemerkosaan yang dijadikan terdakwa. Tudingan pemerkosaan itu akan sangat kuat untuk pembelaan Sambo dan Putri di persidangan, walaupun pembunuhan Yoshua tetap tak bisa dibenarkan, apapun motifnya.
Karena itu, penulis mahfum dengan kegeraman para pengacara keluarga Brigadir Yoshua terkait tudingan pemerkosaan terhadap Putri. Selain menyakiti keluarga Yoshua, pemerkosaan yang dijadikan motif dapat mengubah persepsi persidangan (Baca: Ferdy Sambo dan Pembunuh yang Dibebaskan). Motif akan menjadi 'mainan' yang berharga bagi pengacara pembela untuk meringankan hukuman terdakwa.
Komnas HAM dan Komnas Perempuan (jika tak disengaja) telah lalai pada unsur kehati-hatian dalam kesimpulannya itu. Padahal, kedua Komnas mengakui pemerkosaan itu masih pengakuan sepihak dan membutuhkan penyelidikan lebih lanjut yang seimbang.
Penulis sanksi Komnas HAM tidak mempertimbangkan dampak dari kesimpulan tersebut. Apalagi, Komnas Perempuan harus berulang kali menegaskan temuan mereka itu kepada media. Bahwa Putri Candrawathi mengalmi kekerasan seksual dan bukan pelecehan seksual, pemekosaan dan bukan pencabulan.
Bagi penulis, kenyataan itu adalah versi terparah dari sejumlah keanehan sikap kedua Komnas selama ini. Sayang sekali, jika kewenangan lembaga independen itu secara (tidak) langsung dimanfaatkan dengan tidak semestinya.
Setidaknya, pernyataan kuasa hukum Ferdy Sambo belakangan ini mengindikasikan mereka akan memanfaatkan betul peluang itu. Febri Diansyah pada Rabu (5/10/2022) mengaku akan berpegang teguh pada fakta. Tujuannya, siapa yang bersalah, maka harus dihukum sesuai perbuatannya. Sebaliknya, pihak yang tidak melakukan perbuatan, maka tidak adil bila ikut dihukum.
Penulis melihat, yang disebut Febri itu termasuk fakta adanya pembunuhan dan dugaan pemerkosaan. Sehingga, Ferdi Sambo harus dihukum sesuai porsinya, sementara Putri harus dibebaskan jika terbukti tidak terlibat.
"Objektifitas kita, rasa keadilan kita, semua tentu saja diuji dalam proses ini." Pernyataan Febri itu harus menjadi warning bagi para pihak penuntut.
Pernyataan Febri dan kontroversialnya motif pembunuhan Yoshua itu menjanjikan persidangan Ferdy Sambo dan 10 tersangka lainnya berjalan alot dan menarik. Akan ada adu argumentasi hukum, bukti dan alat bukti, dan keterangan saksi antara pembela dan jaksa penuntut umum (JPU).
Jaksa dan hakim tentu harus bersiap lebih untuk menghadapi persidangan tersebut. Sebanyak 77 jaksa dalam dua perkara harus mampu mewakili suara publik yang selama ini geram dengan kasus itu. Mayoritas publik (data sejumlah survei) menginginkan Ferdy Sambo dihukum berat dan menolak motif seksual di dalamnya, baik pemerkosaan maupun pelecehan seksual.
Perlawanan Sambo
Telatnya penahanan Putri Sambo sempat membuat publik bertanya-tanya. Desas desus menyatakan terjadi aksi saling kunci antara Sambo Cs dan pihak lain di Polri. Ada juga yang menduga Polri terjebak pada status tersangka yang disandang Putri.
Putri ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan sebelum Polri menemukan motif pasti, benar tidaknya terjadi pelecehan seksual terhadapnya. Penetapan itu juga sebelum duo Komnas HAM dan Komnas Perempuan merilis kesimpulan pemerkosaan itu. Dalam sengkarut itu, patut diduga Polri menjadi gamang menahan Putri karena di sisi lain ia disebut (mungkin masuk dalam materi perkara) sebagai korban pemerkosaan.
Lebih jauh, Sambo sepertinya memiliki pemahaman lain soal keadilan 'objektif' di institusi yang membesarkannya selama ini. Untuk diketahui, Sambo banyak dikaitkan dengan berbagai kasus lain, seperti KM 50 pembantaian enam laskar FPI dan pidana perjudian Konsorsium 303.
Apakah Sambo akan membuka sebuah rahasia? Sebaiknya tidak berharap. Kalaupun ada, itu hanya akan menjadi bonus persidangan. Sebab, itu tergantung sungguh pada keberanian pengacara, jaksa, dan hakim. Faktanya, hal semacam itu jarang sekali ditunjukkan jaksa dan hakim di ruang pengadilan selama ini.
Penulis berharap sidang kasus Sambo diisi oleh jaksa dan hakim yang mumpuni. Yang baik integritasnya dan berani mengupas kasusnya. Sebab, dinamika dalam persidangan tentu saja akan menawarkan pendidikan hukum gratis kepada khalayak. Persidangan tidak boleh hanya mengulang drama dalam sidang-sidang yang melibatkan penegak hukum selama ini. Semoga.