Dua Syarat Agar Museum Relevan dan Menginspirasi
IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Dosen dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Ajeng Ayu Arainikasih mengatakan bahwa museum dapat menginspirasi bangsa Indonesia jika relevan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman saat ini.
"Tentunya bisa menginspirasi kalau museum itu relevan, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sesuai dengan perkembangan zaman," kata Ajeng dalam diskusi Museum sebagai Sumber Inspirasi Bangsa yang digelar daring diikuti di Jakarta pada Rabu (12/10/2022).
Ia menjelaskan, museum di Indonesia saat ini banyak yang menampilkan narasi sejarah dari sudut pandang kolonial. Contohnya, masih banyak ditemukan narasi-narasi yang menggunakan kata pribumi. Padahal, menurutnya, kata tersebut merupakan terminologi di zaman kolonial yang merendahkan Indonesia.
Untuk itu, agar narasi museum menjadi lebih relevan dengan zaman sekarang, Ajeng mengatakan perlu ada dekolonisasi sudut pandang kolonial, serta reframing narasi sejarah ala Orde Baru.
"Bagaimana sejarah lokal, sejarah sosial, sejarah keluarga atau cerita personal yang selama ini enggak pernah ada di museum bisa dilihat. Padahal ada loh misalnya kisah cinta yang terjadi di zaman perang, kalau di luar negeri biasanya diceritain, jadi lebih humanis, lebih relevan dengan diri sendiri," ujarnya.
Selain itu, Ajeng memaparkan bahwa berdasarkan definisi museum terbaru yang dikeluarkan oleh International Council of Museums (ICOM) pada Agustus 2022, ada beberapa kata kunci yang perlu digarisbawahi agar museum lebih relevan dan menginspirasi, yakni accessible dan inklusif, mengakomodir keragaman, melibatkan masyarakat, menawarkan beragam pengalaman, dan berbagi pengetahuan.
Menurut dia, tak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar pengunjung museum adalah anak-anak. Sehingga, tata pamer museum harus bisa diakses oleh anak-anak.
"Bikinlah mereka bisa bermain di dalamnya. Enggak salah bikin anak bermain sambil belajar, itu akan lebih masuk daripada mereka harus dikasih tau dan baca. Jangankan anak, orang dewasa aja kalau baca panjang lebar capek," katanya.
Ia melanjutkan, museum juga harus bisa diakses 24 jam kapanpun dan di manapun. Dalam hal ini, pengelola bisa memanfaatkan kemajuan teknologi dengan membuat virtual tour.
Tak hanya itu, dia menambahkan accessible juga berarti mengoptimalkan lima panca indera, sehingga selain dilihat, objek di museum juga idealnya bisa dicium hingga diraba.
"Ada satu museum di Sydney, tentang barak narapidana. Kita bisa nyobain tidur di tempat tidur mereka. Tentu bukan yang aslinya, tapi kita tetap bisa merasakan vibes-nya," ujarnya.
Museum juga dikatakan Ajeng harus bisa diakses dengan mudah oleh para penyandang disabilitas baik fisik maupun mental. Contoh yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan akses jalur landai, hingga fasilitas video bahasa isyarat dan label-label braille.
Ia melanjutkan, museum juga harus menawarkan berbagai pengalaman untuk pendidikan, kegembiraan, dan refleksi. Sebagai contoh, pengelola di museum seni rupa bisa mengajak para pengunjung untuk belajar melukis di atas kanvas.
"Aktivitas lainnya juga bisa manual atau menggunakan audio guide atau game, misalnya. Yang penting pengunjung bisa menikmati museum," imbuhnya.
Selain itu, Ajeng juga mengatakan, museum harus berusaha memecahkan masalah yang ada di masyarakat. Seperti di Amerika misalnya, dia mengatakan museum memiliki banyak program untuk lansia dengan demensia. Meski tidak bisa menyembuhkan demensia, program tersebut membuat hidup para lansia menjadi lebih menyenangkan.