PM Israel: Kesepakatan Sengketa Maritim Cegah Perang dengan Hizbullah

Kabinet Israel mendukung kesepakatan penyelesaian sengketa maritim dengan Lebanon.

Dalati Nohra via AP
Dalam foto yang dirilis oleh fotografer resmi pemerintah Lebanon Dalati Nohra, Perdana Menteri Lebanon Najib Makati, kanan, menerima draf akhir perjanjian perbatasan laut antara Lebanon dan Israel dari wakilnya Elias Bou Saab yang memimpin tim perunding Lebanon, di Beirut, Lebanon , Selasa, 11 Oktober 2022. Perdana Menteri Israel mengatakan Selasa bahwa negara itu telah mencapai
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Yair Lapid mengatakan, kesepakatan penyelesaian sengketa maritim yang sudah dicapai negaranya dengan Lebanon mencegah potensi terjadinya konflik antara Israel dan kelompok Hizbullah. Tel Aviv sempat menyatakan siap meladeni ancaman perang Hizbullah terkait eksplorasi gas alam di wilayah perairan yang dipersengketakan.

Baca Juga


“Perjanjian ini mencegah kemungkinan bentrokan militer dengan Hizbullah. Jika kita pergi berperang, kami akan memberi mereka pukulan berat. Dikatakan demikian, jika mungkin untuk mencegah perang, itu adalah tugas pemerintah yang bertanggung jawab untuk melakukannya,” kata Lapid, Rabu (12/10/2022), dilaporkan laman Al Arabiya.

Kabinet Israel pada Rabu mendukung kesepakatan penyelesaian sengketa maritim dengan Lebanon yang dimediasi Amerika Serikat (AS). Anggota parlemen dan komite parlemen Israel kini memiliki waktu 14 hari untuk meninjau rincian kesepakatan tersebut sebelum diserahkan kembali ke kabinet untuk pemungutan suara terakhir.

Jika difinalisasi, kesepakatan itu akan menandai kemajuan diplomatik dalam hubungan Israel dan Lebanon yang dibekap konflik selama puluhan tahun. Selain itu, perjanjian tersebut bakal membuka pintu eksplorasi energi lepas pantai. Sebuah rancangan yang sempat dilihat Reuters menyebutkan, kesepakatan yang telah tercapai dimaksudkan untuk menjadi “penyelesaian permanen dan adil” dari sengketa maritim kedua negara. Namun perjanjian terkait tidak mengatur tentang perselisihan perbatasan darat antara Israel dan Lebanon.

Perjanjian penyelesaian sengketa maritim akan berlaku setelah Lebanon dan Israel mengirim surat ke Washington. Nantinya pemerintahan AS yang akan mengumumkan bahwa kesepakatan tersebut telah berlaku. Saat momen itu datang, Tel Aviv dan Beirut secara bersamaan akan mengirimkan koordinat identik ke PBB yang menetapkan lokasi perbatasan.

Pihak-pihak dalam kesepakatan nantinya akan berusaha menyelesaikan perbedaan maritim lebih lanjut melalui AS. Hal itu mengamankan peran penjamin yang berkelanjutan untuk Washington.

Menurut sumber-sumber diplomatik, Presiden Lebanon ingin segera menandatangani kesepakatan tentang penyelesaian sengketa maritim dengan Israel sebelum masa jabatannya berakhir pada 31 Oktober mendatang. Kesepakatan tidak akan diajukan ke parlemen Lebanon. Namun perdana menteri, presiden, dan ketua parlemen, yakni troika yang berkuasa secara de facto di Lebanon, telah menyuarakan kepuasan dengan persyaratannya.

Israel dan Lebanon terakhir kali terlibat dalam konflik terbuka pada 2006. Kedua negara secara resmi tetap berperang, dengan penjaga perdamaian PBB berpatroli di perbatasan darat. Pada 2020, Israel dan Lebanon melanjutkan negosiasi terkait sengketa perbatasan maritim. Pembicaraan sempat terhenti, tapi dihidupkan kembali pada Juni tahun itu.

Diskusi awal berfokus pada area yang disengketakan seluas 860 kilometer persegi (332 mil persegi), sesuai dengan klaim Lebanon yang terdaftar di PBB pada tahun 2011. Beirut kemudian meminta daerah itu diperluas lagi seluas 1.430 kilometer persegi, yang mencakup bagian dari ladang gas Karish. Menurut Israel, Karish berada dalam zona ekonomi eksklusifnya yang diakui oleh PBB.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler