Sekolah Islam Al-Iman Gelar Diskusi Implementasi Kurikulum Merdeka
Sejatinya Sekolah Islam Al-Iman sudah lebih dulu menerapkan Kurikulum Merdeka.
DESTINASI -- Yayasan Perguruan Al-Iman mengadakan diskusi Implementasi Kurikulum Merdeka , Rabu (12/10/2022). Kegiatan itu diikuti pengurus yayasan dan para guru serta dihadiri Zulfikri Anas, Plt Kapuskurjar Kemdibudristek dan pembina Sekolah Islam Al-Iman. Diskusi diselenggarakan di Aula Sekolah Islam Al-Iman, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat.
Evi Afrizal Rusdi, pembina Yayasan Perguruan Al Iman mengatakan kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka penyegaran wawasan kurikulum dan meninjau implementasi kurikulum merdeka di SD dan SMP Al-Iman. “Sejatinya Al-Iman jauh sebelum keluarnya kebijakan Kurikulum Merdeka sudah menerapkan prinsip pembelajaran yang sekarang ditemukan dalam Kurikulum Merdeka,” ujar Afrizal melalui rilis yang diterima pada Kamis (13/10/2022).
Kegiatan diskusi diawali dengan presentasi implementasi program dari kepala sekolah TK, SD, dan SMP. Kepala TK, Sarwodi Praptono, akrab disapa Kak Odi, menguraikan best practice pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh oleh guru-guru TK. Odi mengemukakan pentingnya memiliki data awal untuk menerapkan pembelajaran differensiasi pada anak. “Cara mudah bagi anak bercerita adalah saat melakukan aktivitas menggunakan media,” kata Odi.
Sementara itu, Ai Nurhasanah, kepala SD menceritakan pembelajaran berbasis aktivitas yang dikembangkan di SD Al-Iman dan beberapa program pengembangan minat dan bakat anak yang mengantarkan SD Al-Iman direkomendasikan menggunakan Kurikulum Merdeka Mandiri Berbagi.
Hapiz Kamil, kepala SMP menekankan pentingnya meningkatkan (upgrade) kompetensi pedagogik para guru secara berkelanjutan khususnya kepiawaian dalam menerapkan pembelajaran abad 21.
Zulfikri Anas, sebagaimana biasanya memulai diskusi berangkat dari filosofi pendidikan khususnya cara pandang yang benar terhadap anak sesuai fitrahnya dan melakukan pendekatan pembelajaran yang tepat kepada anak.
Mengingatkan pentingnya roh seorang guru (ruhul mudarris), Zulfikri mengilustrasikan kenapa guru disebut pendidik? Karena anak belum terdidik, dari segi akhlak belum berakhlak, dari segi ilmu pengetahuan anak belum punyai, dari segi sikap anak belum baik, dan guru ada karena hal itu semua. “Bayangkan apabila semua kondisi itu sudah dimiliki anak, apa lagi yang menjadi tugas guru,” tanyanya memantik perenungan.
Karena itu, kata dia, “Bahagialah ketika didatangi anak yang belum bisa apa-apa dan anak menjadi tahu dengan keberadaan kita (guru). Gembiralah ketika anak itu merepotkan kita, berarti keberadaan kita bermakna. Banggalah ketika didatangi murid yang mungkin karena sikap dan kemampuannya yang akan merepotkan sehingga ditolak di sekolah lain. Takdir yang menuntun anak itu bertemu bapak dan ibu yang diyakini memiliki karena kemampuan untuk mendampinginya.”
Menanggapi implementasi Kurikulum Merdeka, Zulfikri menyampaikan pesan Kabalitbang, bahwa bikinlah pendidikan itu sederhana, mudah diterapkan dan disesuaikan dengan situasi anak. Oleh karena itu, Ia menghimbau agar guru betul-betul belajar dan menyadari bagaimana mendampingi anak, yang semua regulasi dan panduannya dapat diakses melalui laman https://kurikulum.kemdikbud.go.id.
“Teruskan guru berkelompok belajar bersama membaca aturan, mendalami panduan, mencermati setiap kalimat dalam panduan dan mendiskusikannya agar memiliki pemahaman yang utuh mengenai Kurikulum Merdeka,” ujar Zulfikri.