Abdul Latif Rashid Terpilih Menjadi Presiden Irak

Terpilihnya Abdul Latif mengakhisi kebuntuan politik setelah pemilihan Oktober 2021.

Iraqi Parliament Media Office via AP
Foto dari parlemen Irak ini menunjukkan Abdul Latif Rashid presiden baru negara itu di Baghdad, pada 13 Oktober 2022. Anggota parlemen Irak pada hari Kamis memilih mantan menteri Abdul Latif Rashid sebagai presiden negara berikutnya, menentang ancaman kekerasan lebih lanjut menyusul rentetan serangan roket sebelumnya dan mengambil langkah penting untuk mengakhiri kekosongan politik yang melumpuhkan.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Parlemen Irak pada Kamis (13/10/2022) memilih politisi Kurdi, Abdul Latif Rashid sebagai presiden. Rashid kemudian menunjuk Mohammed Shia al-Sudani sebagai perdana menteri. Langkah ini mengakhiri satu tahun kebuntuan politik setelah pemilihan nasional pada Oktober tahun lalu.

Baca Juga


Kepresidenan, yang secara tradisional diduduki oleh orang Kurdi, sebagian besar merupakan posisi seremonial. Tetapi pemungutan suara untuk Rashid adalah langkah kunci menuju pembentukan pemerintahan baru, yang gagal dilakukan oleh para politisi sejak pemilihan.  

Rashid adalah menteri sumber daya air Irak dari 2003-2010. Insinyur berpendidikan Inggris itu menang melawan mantan Presiden Barham Salih, yang mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua.

Rashid menunjuk Sudani sebagai perdana menteri untuk membentuk pemerintahan. Sudani sebelumnya menjabat sebagai menteri hak asasi manusia Irak, serta menteri tenaga kerja dan urusan sosial.  Sudani memiliki waktu 30 hari untuk membentuk kabinet dan menyerahkannya ke parlemen untuk disetujui.

Pemungutan suara pada Kamis merupakan upaya keempat untuk memilih presiden tahun ini. Sesi pemilihan di parlemen berlangsung setahun setelah ulama Muslim Syiah yang populis Moqtada al-Sadr terpilih sebagai presiden. Namun dia gagal menggalang dukungan untuk membentuk pemerintahan.

Pada Agustus, Sadr menarik 73 anggota parlemennya dan menyatakan keluar dari politik. Langkah ini memicu kekerasan terburuk di Baghdad selama bertahun-tahun ketika para loyalisnya menyerbu istana pemerintah dan melawan kelompok-kelompok saingan Syiah. Sadr memiliki rekam jejak aksi radikal, termasuk memerangi pasukan AS, mundur dari kabinet, dan memprotes pemerintah.  

Personel keamanan telah mengerahkan pos pemeriksaan di seluruh kota. Termasuk menutup jembatan dan alun-alun, serta mendirikan tembok di beberapa jembatan yang mengarah ke Zona Hijau pada Kamis.

“Sekarang kelompok-kelompok yang didukung Iran mendominasi parlemen, mereka memiliki peradilan yang bersahabat dan telah mendominasi eksekutif (otoritas) meminggirkan atau mengusir pro-Sadr dari aparat negara,” kata Hamdi Malik, spesialis milisi Syiah Irak di Institut Washington.

Di bawah sistem pembagian kekuasaan yang dirancang untuk menghindari konflik sektarian, presiden Irak adalah seorang Kurdi. Sementara perdana menteri adalah seorang Syiah dan ketua parlemen dijabat oleh seorang Sunni.

Kepresidenan diperebutkan dengan sengit antara dua partai utama Kurdistan Irak yaitu Partai Demokrat Kurdistan (KDP) yang menominasikan Rashid, dan Persatuan Patriotik Kurdistan (PUK), yang menominasikan Salih.

Terpilihnya Rashid menimbulkan kekhawatiran tentang meningkatnya ketegangan antara KDP dan PUK, yang terlibat perang saudara pada 1990-an. KDP dan PUK tidak mampu menghilangkan perbedaan dan menyepakati satu calon.

"Hubungan antara PUK dan KDP berada pada titik terendah," kata asisten profesor ilmu politik di Universitas Sulaimani, Zmkan Ali Saleem. 

Saleem mengatakan, ketegangan tersebut tidak akan menyebabkan putusnya hubungan antara PUK dan KDP. Karena Rashid adalah anggota PUK dan istrinya adalah sosok yang kuat di kedua partai.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler