Presiden Raisi Tuding Biden Sebabkan Kekacauan di Iran

Raisi sebut Biden menghasut dan menciptakan kekacauan, teror dan kehancuran di Iran.

AP Photo/Vahid Salemi
Presiden Ebrahim Raisi pada Ahad (16/10/2022), menyalahkan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden karena menghasut kekacauan, teror, dan kehancuran di Iran.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Ebrahim Raisi pada Ahad (16/10/2022), menyalahkan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden karena menghasut kekacauan, teror, dan kehancuran di Iran. Tudingan ini diungkapkan di tengah aksi protes yang telah mengguncang Iran selama empat pekan terakhir.

"Presiden Amerika melalui komentarnya menghasut kekacauan, teror, dan kehancuran di negara lain. Ini harus diingatkan akan kata-kata abadi pendiri Republik Islam (Iran) yang menyebut Amerika sebagai setan besar," kata Raisi.

Sebelumnya pada Jumat (14/10/2022), Presiden Biden meminta para pemimpin di Iran untuk mengakhiri kekerasan terhadap warganya sendiri. Ketika berpidato di Irvine Valley Community College di California, Biden mengatakan, perempuan Muslimah mengenakan jilbab atas perintah Tuhan.

"Iran harus mengakhiri kekerasan terhadap warganya sendiri, dengan menggunakan hak-hak dasar mereka," ujar Biden.

Kematian Mahsa Amini (22 tahun) telah menimbulkan gelombang protes besar-besaran di Iran dalam beberapa pekan terakhir. Amini meninggal setelah ditangkap oleh polisi  moral Iran, karena dianggap tidak menggunakan jilbab yang sesuai dengan aturan negara.  Keluarga Amini menduga, perempuan itu meninggal dunia karena disiksa di dalam penjara. Namun polisi moral membantahnya.

Sebelumnya Raisi mengatakan, kematian Amini dalam tahanan adalah peristiwa tragis dan menyedihkan. Raisi memperingatkan bahwa, tidak semestinya kematian Amini ditanggapi dengan protes dan kekerasan yang menyebar luas di Iran.

"Kami semua sedih dengan insiden tragis ini. (Namun) Kekacauan tidak dapat diterima.Garis merah pemerintah adalah keamanan rakyat kita. Mereka tidak semestinya mengganggu kedamaian masyarakat melalui kerusuhan," ujar Raisi.

Pengunjuk rasa menyerukan diakhirinya kekuasaan ulama Islam selama lebih dari empat dekade. Jumlah korban tewas akibat tindakan keras oleh pasukan keamanan telah meningkat. Pasukan keamanan menggunakan gas air mata, pentungan, dan dalam beberapa kasus menggunakan peluru tajam untuk membubarkan kerumunan.

Aksi protes telah menyebar ke lebih dari 80 kota di seluruh negeri sejak 13 September. Amini, yang berasal dari Kota Saqez, Kurdi, meninggal di rumah sakit setelah mengalami  koma. Kematian Amini memicu unjuk rasa besar pertama di jalan-jalan Iran sejak pihak berwenang menghancurkan protes terhadap kenaikan harga bensin pada 2019.

Baca Juga


sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler