Pengamat: Investasi Baterai Kendaraan Listrik Sangat Prospektif
IBC menyebut butuh investasi sangat besar untuk kembangkan baterai kendaraan listrik
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan pengembangan industri baterai untuk kendaraan listrik memang memerlukan investasi yang besar. Fahmy menilai besarnya investasi pada tahap awal bertujuan untuk membangun eksosistem industri baterai kendaraan listrik untuk jangka panjang.
"Memang investasi ke baterai listrik saat ini membutuhkan investasi besar. Tapi saat ekosistem industri yang saling terkait, investasi akan menurun," ujar Fahmy saat dihubungi Republika di Jakarta, Rabu (19/10).
Fahmy mengatakan penguatan ekosistem industri baterai kendaraan listrik berkaitan dengan hasil hilirisasi biji nikel yang menjadi bahan baku produk baterai. Fahmy menyebut baterai akan menjadi komponen utama bagi mobil listrik. "Meski dibutuhkan investasi besar, namun pasar Indonesia dan ekspor sangat besar sehingga investasi baterai sangat prospektif," kata Fahmy.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengatakan upaya pengembangan baterai untuk kendaraan listrik memerlukan biaya yang cukup besar. Toto menyebut kebutuhan investasi produksi baterai untuk kendaraan listrik mencapai 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp 231,7 triliun.
"Membentuk ekosistem ini tidak mudah, memang perlu kolaborasi untuk menghasilkan produk end to end dari hulu ke hilir," ujar Toto saat diskusi panel dalam acara SEO International Conference di Nusa Dua, Bali, Selasa (18/10).
Untuk itu, ucap Toto, IBC terus meningkatkan kerja sama dengan mitra strategis global. Hingga saat ini, Toto sampaikan, IBC telah mengantongi kesepakatan investasi sebesar 15 miliar dolar melalui dari dua kemitraan strategis yakni lewat induk IBC, PT Aneka Tambang Tbk dengan korporasi asal China PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd (CBL) untuk inisiatif proyek baterai kendaraan listrik yang terintegrasi serta kerja sama dengan perusahaan asal Korea Selatan, LG Energy Solution.
"Maka dari itu diperlukan mitra karena kebutuhan investasi sangat besar sekitar 15 miliar dolar AS. Diperlukan sekitar lebih dari 2 ribu Mw energi bersih untuk mendukung integrasi baterai kendaraan listrik tersebut," lanjut Toto.
Toto mengatakan pengembangan ekosistem baterai untuk kendaraan listrik merupakan bagian dari target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. IBC, lanjut Toto, dibentuk memang untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dan ditargetkan bisa menjadi pemain global dalam industri tersebut.
Toto menyampaikan Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) nikel dan aluminium yang berlimpah. Selain itu, Indonesia juga menjadi salah satu negara dengan tingkat produksi kendaraan roda dua dan roda empat terbesar di dunia.
"Kita punya 1,5 juta kendaraan per tahun, lalu motor 8 juta unit per tahun. Kita juga punya rantai pasok dan hub untuk produksi baterai di Asia Tenggara. Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi mandat untuk benar-benar mengembangkan ekosistem ini," ucap Toto.
Toto menilai akselerasi pengembangan industri kendaraan listrik akan berdampak signifikan dalam mengurangi emisi, termasuk menekan impor dari BBM ke depan dan menciptakan lapangan pekerjaan secara.
"Tantangan yang dihadapi menuju NZE adalah bagaimana memproduksi nikel lalu ke produksi baterai, tentu ini membutuhkan tidak hanya teknologi, tapi juga inevstasi yang sangat besar," kata Toto menambahkan.