Ekonom: Konsumsi Masyarakat Bakal Menurun Sikapi Tren Inflasi Tinggi
Subsidi upah dan BLT yang diberikan pemerintah cukup membantu masyarakat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Institute For Demographic and Poverty Studies (Ideas), Askar Muhammad, menilai akan terdapat penurunan konsumsi masyarakat dalam menyikapi tren inflasi yang tinggi. Ia menilai, konsumsi akan diprioritaskan untuk kebutuhan pokok.
"Akan ada realokasi konsumsi yang misalnya beli properti, kendaraan, atau furniture akan beralih ke konsumsi non durable dan memprioritaskan beli makanan saja," kata Askar kepada Republika.co.id, Selasa (1/11/2022).
Askar mengatakan, subsidi upah dan bantuan langsung tunai sebesar Rp 600 ribu yang diberikan pemerintah baru-baru ini memang cukup membantu masyarakat. Hanya saja, hasil kajian Ideas menilai besaran bantuan yang ideal minimal Rp 1,2 juta selama empat bulan.
"Jadi jika ditanya, apakah masyarakat tahan atau tidak dengan inflasi tinggi? Ya antara tahan dan tidak tahan," ujarnya.
BPS mencatat terjadi deflasi sepanjang Oktober 2022 sebesar 0,11 persen month to month (mtm). Dengan laju deflasi itu, inflasi tahunan akhirnya sedikit mengalami penurunan dari 5,95 persen pada September 2022 menjadi 5,71 persen di bulan Oktober.
Askar menilai, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan deflasi. Pertama, kata Askar, tarif transportasi angkutan darat perkotaan yang langsung di bawah pemerintah daerah dijaga untuk tidak naik dengan memberikan subsidi transportasi melalui APBD.
Kedua, gerakan tanam pangan cepat yang cukup efektif untuk mengurangi kelangkaan pangan dan membantu masyarakat memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
Ketiga, efek musiman dari melandainya harga pangan terutama komoditas cabai. Askar mencatat, dari simulasi data enam tahun terakhir, periode Septembr-Oktober selalu menunjukkan adanya penurunan harga hortikultura seperti cabai dan bawang. Situasi itu pun tergambar pada perkembangan inflasi yang tejadi di Oktober di mana cabai menyumbang deflasi.
Namun menurut Askar, yang harus diwaspadai ke depan soal indeks harga produsen. Ia menilai, tren harga barnag di level produsen masih cenderung ditahan dan belum dilepaskan sesuai keekonomian kepada konsumen. Langkah itu dilakukan mengingat daya beli masyarakat yang belum pulih seutuhnya.