Lawatan Paus Fransiskus ke Bahrain, Pesan Damai untuk Sunni dan Syiah?
Paus Fransiskus akan menemui pemuka Sunni dan Syiah di Bahrain
REPUBLIKA.CO.ID, VATICAN CITY – Paus Fransiskus membawa pesan dialognya dengan dunia Muslim ke Kerajaan Bahrain.
Pemerintah yang dipimpin aliran Sunni itu menjadi tuan rumah konferensi antaragama tentang koeksistensi Timur-Barat, ketika mereka dituduh mendiskriminasi mayoritas Syiah di sana.
Kelompok hak asasi manusia dan kerabat aktivis Syiah yang terancam hukuman mati mendesak Paus Fransiskus menggunakan kunjungannya untuk menyerukan diakhirinya hukuman mati dan represi politik di Bahrain. Kunjungan yang dilakukan Paus dimulai Kamis (3/11/2022).
Meski demikian, masih tidak jelas apakah Paus Fransiskus akan secara terbuka menyampaikan perihal ini selama kunjungan empat harinya. Ini merupakan yang pertama dalam sejarah dari semua Paus. berkunjung ke negara pulau di Teluk Persia itu.
Dilansir di Washington Post, Kamis (3/11/2022), Fransiskus telah lama menggembar-gemborkan dialog sebagai instrumen perdamaian.
Dia percaya pertunjukan kerukunan antaragama diperlukan, terutama mengingat perang Rusia di Ukraina dan konflik regional, seperti di Yaman.
Pada malam sebelum perjalanan, Paus Fransiskus meminta doa agar perjalanan itu dapat menjadi jalan untuk mempromosikan persaudaraan dan perdamaian, yang saat ini sangat dibutuhkan dan mendesak.
Kunjungan tersebut merupakan kunjungan kedua Fransiskus ke negara Teluk Arab, setelah perjalanan bersejarahnya pada 2019 ke Abu Dhabi.
Kala itu, dia menandatangani sebuah dokumen yang mempromosikan persaudaraan Katolik-Muslim dengan seorang ulama Sunni terkemuka, Sheikh Ahmed al-Tayeb.
Al-Tayeb merupakan Grand Syekh Al-Azhar, sebuah pusat pembelajaran Sunni di Kairo. Fransiskus melanjutkan upaya dialog ini dengan kunjungan pada 2021 ke Irak, di mana dia diterima oleh salah satu ulama Syiah terkemuka di dunia, Grand Ayatollah Ali al-Sistani.
Baca juga: Ritual Sholat Memukau Mualaf Iin Anita dan Penantian 7 Tahun Hidayah Akhirnya Terjawab
Francis akan bertemu lagi minggu ini di Bahrain dengan al-Tayeb, serta tokoh-tokoh terkemuka lainnya di bidang antaragama yang diharapkan menghadiri konferensi tersebut.
Kegiatan serupa pernah diselenggarakan bulan lalu oleh Kazakhstan, yang juga dihadiri oleh Francis dan el-Tayeb.
Anggota Dewan Sesepuh Muslim regional, pemimpin spiritual Kristen Ortodoks dunia, Patriark Bartholomew, perwakilan dari Gereja Ortodoks Rusia dan rabi dari Amerika Serikat semuanya diharapkan hadir pada acara kali ini.
Perjalanan itu juga akan memungkinkan Fransiskus melayani komunitas Katolik Bahrain, yang berjumlah sekitar 80 riubu di negara berpenduduk sekitar 1,5 juta. Sebagian besar dari mereka adalah pekerja yang berasal dari Filipina dan India.
Di sisi lain, penyelenggara perjalanan mengharapkan peziarah dari Arab Saudi dan negara-negara tetangga lainnya akan menghadiri Misa besar Fransiskus di stadion nasional pada Sabtu nanti.
Bahrain merupakan rumah bagi Gereja Katolik pertama di Teluk, Paroki Hati Kudus, yang dibuka pada 1939.
Gereja terbesar, Katedral Our Lady of Arabia dengan kapasitas 2.300 orang ini juga berada di negara tersebut yang dibuka tahun lalu di kota gurun Awali, di atas tanah yang diberikan kepada gereja oleh Raja Hamad bin Isa Al Khalifa.
Faktanya, Raja Bahrain telah memberi Paus Francis gambaran model gereja ini ketika dia mengunjungi Vatikan pada 2014, sekaligus menyampaikan undangan pertama untuk berkunjung ke negara tersebut.
Fransiskus dikabarkan akan mengunjungi kedua gereja tersebut selama kunjungannya.
Dia juga akan menyampaikan terima kasih kepada raja atas toleransi yang telah lama ditunjukkan pemerintah kepada orang-orang Kristen yang tinggal di negara itu, terutama jika dibandingkan dengan negara tetangga Arab Saudi, di mana orang-orang Kristen tidak dapat secara terbuka mempraktikkan iman mereka.
“Kebebasan beragama di Bahrain mungkin yang terbaik di dunia Arab. Bahkan meskipun semuanya tidak ideal, ada kemungkinan ada konversi (ke Kristen), yang setidaknya tidak secara resmi dihukum seperti di negara lain,” kata Uskup Paul Hinder, administrator apostolik untuk Bahrain dan negara-negara Teluk Arab lainnya.
Baca juga: Ditanya Kiai Marsudi Soal KM 50, Prof Mahfud: Bukan Pelanggaran HAM Berat, Tapi…
Namun menjelang kunjungannya ke Bahrain, kelompok oposisi Syiah dan organisasi hak asasi manusia mendesak Paus Fransiskus membahas pelanggaran hak asasi manusia terhadap mayoritas Syiah oleh monarki Sunni.
Mereka mendesak untuk menyerukan diakhirinya hukuman mati dan mengunjungi penjara Jau di negara itu, tempat ratusan aktivis Syiah dipenjara.
Human Rights Watch dan Amnesty International telah berulang kali mengecam penggunaan penyiksaan di penjara, serta pengakuan paksa dan “pengadilan palsu” terhadap para pembangkang.
“Kami menulis untuk memohon kepada Anda (Paus) sebagai keluarga dari dua belas terpidana mati yang menghadapi eksekusi segera di Bahrain. Anggota keluarga kami berada di balik jeruji besi dan berisiko dieksekusi meskipun jelas tidak adil dari keyakinan mereka," tulis surat dari keluarga kepada Francis yang dirilis pekan ini oleh Institut Hak dan Demokrasi Bahrain.
Fransiskus telah mengubah ajaran gereja dan menyatakan hukuman mati tidak dapat diterima dalam semua kasus.
Dia secara teratur mengunjungi tahanan selama perjalanan luar negerinya, meskipun tidak ada kunjungan penjara seperti itu yang direncanakan di Bahrain.
Juru bicara Vatikan menolak untuk mengatakan apakah Fransiskus akan mengangkat catatan hak asasi manusia Bahrain secara publik atau pribadi selama kunjungannya.
Sumber: washingtonpost