Sidebar

Kaligrafer Perempuan Sudah Ada Sejak Awal Peradaban Islam

Monday, 14 Nov 2022 20:55 WIB
Seorang pekerja Saudi menyulam kaligrafi Islam menggunakan benang perak berlapis emas selama tahap akhir persiapan tirai, atau Kiswah, yang menutupi Kabah, struktur berbentuk kubus di jantung Masjidil Haram, di pabrik Kiswah di Mekah, Arab Saudi, Rabu, 6 Juli 2022. Peziarah Muslim berkumpul di kota suci Mekah di Arab Saudi untuk haji terbesar sejak pandemi virus corona sangat membatasi akses ke salah satu dari lima rukun Islam.

IHRAM.CO.ID, Umumnya, kaligrafer dalam sejarah Islam didominasi oleh kaum laki-laki. Tidak banyak informasi mengenai Muslimah yang berkecimpung di dunia kaligrafi dalam sejarah peradaban Islam.

Baca Juga


Namun, sejak kaligrafi menjadi satu seni yang diakui sama halnya seperti ilmu hadis, tafsir, dan fikih, kaligrafi tak lagi merupakan dunia maskulin saja. Kaligrafer perempuan sebenarnya telah ada sejak abad awal peradaban Islam hingga zaman Dinasti Turki Usmani sebagai pemegang terakhir tongkat kekhalifahan. Mereka tersebar di antara pergantian ke kua saan sejak zaman Khulafaur Rasyidin, Dinasti Umayyah, Abbasiyah, Ilkhan, Safawi, Mughal, Qajar, dan Ottoman.

Dalam tulisan Women’s Roles in the Art of Arabic Calligraphy yang menjadi salah satu bab dalam buku The Book in the Islamic World, Salah al- Din al-Munajjid mencoba menelusuri jejak peranan perempuan dalam seni kaligrafi Islam. Kaligrafer perempuan pertama yang pernah tercatat dalam sejarah pertama Islam adalah Shifa binti ‘Abdullah al-Adawiyya.

Shifa masih tergolong kerabat khalifah Umar ibn Khatab. Ia tidak hanya perempuan pertama yang bisa membaca dan menulis saat itu, tapi juga Muslimah pertama yang menjadi pengajar atau guru. Shifa mengajar Hafsah putri Nabi Muhammad pelajaran membaca dan menulis.

Selain Shifa, kaligrafer perempuan lainnya adalah Fadhl, selir Abu Ayyub Ahmad ibn Muhammad, yang terkenal di Kairouan, Tunisia, pada abad ke-10 M. Beberapa nama kaligrafer perempuan lain yang dikenal, antara lain, Umm al-Darda al-Sughra, Sana, Fadl, Gulsum al-Attabi, Fadl, Duhtari binti Mukla Shirazi, Muzna, Fatima, Safiyya binti Abdurrabi’, Fatima binti Zakariya ibn ‘Abdullah as-Shebbar, Fatima al-Baghdadi binti Hasan Ibn ‘Ali Ibn ‘Abdullah Attar, Zaynab Shahda binti Ahmad bin al-Faraj bin ‘Omar al- Abri, Sittu Rida binti Nasrallah ibn Mas’ud, Asma Ibret, Shuhda bint al- ’Ibari. Kemudian, ada Mihri Hatun, Leyla Hanim, dan Seref Hanim yang dikenal dekat dengan kalangan istana.

Tidak hanya menjadi kaligrafer, mereka juga menjadi pengajar kaligrafi. Seorang kaligrafer terkemuka Yaqut al-Musta’simi bahkan mempelajari kaligrafi dari Shuhda bint al-’Ibari yang belajar langsung pada Ibn al- Bawwab.

Umumnya mereka berasal dari Persia, Irak, Samarkand, Mesir, Rakka, Andalusia, Khurasan, Kirman, Damas kus, Tunisia, Kairouan, Lebanon, Esterabad, al-Quds, Delhi, Heyderabad, Kandahar, Agra, dan Shiraz.

Ada kemungkinan kaligrafer perempuan jumlahnya lebih banyak dari yang telah disebutkan oleh berbagai sumber sejarah. Bahkan, jumlah kaligrafer perempuan di Andalusia pada masa Dinasti Umayyah ada ratusan orang. Menjelang abad ke-19, jumlah kaligrafer perempuan semakin banyak seiring dengan semakin banyaknya minat kaum hawa terhadap seni tulis Arab ini.

Berita terkait

Berita Lainnya