Mengapa Hingga Kini Banyak yang tak Pernah Terinfeksi Covid-19?

Salah satunya mungkin karena mereka tidak merasakan gejala atau gejalanya ringan

dok Abbott
Tes antigen Covid 19 (ilustrasi)
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pandemi Covid-19 telah berjalan hampir tiga tahun sejak pertama kali muncul di Wuhan, China. Jutaan orang telah terinfeksi Covid-19 dan banyak diantaranya yang meninggal, namun hingga kini ada kelompok orang yang tetap tidak terinfeksi.

Merujuk pada tinjauan BBC misalnya, pada musim panas lalu sekitar satu dari 10 orang Inggris masih belum terinfeksi Coronavirus. Lalu apakah ini murni kebetulan atau tubuh mereka memiliki gen yang membuatnya kebal?

Dilansir dari Times Of India, Ahad (20/11/2022), ada beberapa kemungkinan mengapa beberapa orang tetap kebal dan tidak terinfeksi Coronavirus. Salah satu alasannya mungkin karena mereka tidak merasakan gejala atau gejalanya ringan, sehingga mereka tidak melakukan tes Covid-19. Alasan lain mungkin karena mereka menerapkan tindakan isolasi yang ekstrim, sehingga tidak pernah terpapar virus. Selain itu, bisa juga tubuh mereka memiliki pertahanan ekstra yang membuatnya kebal terhadap serangan virus.

Berbicara soal pertahanan tubuh tak bisa lepas dari antibodi. Antibodi adalah protein yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk membantu melawan infeksi dan melindungi tubuh agar tidak sakit di masa mendatang. Ada berbagai antibodi berbeda yang menyerang, atau menempel pada, bagian virus yang berbeda. Tes antibodi bisa mendeteksi keberadaan antibodi dalam serum selama beberapa hari hingga minggu setelah infeksi akut.

Ada dua jenis tes antibodi yakni antibodi anti-S yang menempel pada protein di permukaan virus disebut spike. Kedua, tes antibodi anti-N yang menempel pada lapisan dalam virus yang disebut nukleokapsid. Menurut CDC AS, tes positif untuk protein N menunjukkan infeksi Covid yang sembuh atau sebelumnya yang dapat terjadi sebelum atau setelah vaksinasi.

Sebuah studi Agustus 2022 yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Network Open menemukan bahwa 56 persen dari 210 orang dewasa dalam penelitian tersebut tertular virus Omicron, tetapi tetap tidak menyadari terinfeksi atau salah mengira gejala ringan mereka sebagai tanda infeksi lain. Para peneliti mencatat, kurangnya kesadaran akan terinfeksi dapat menjadi kontributor utama penularan virus Corona yang cepat di dalam masyarakat.

Selain itu, mereka yang tidak pernah terinfeksi coronavirus, bisa saja mengalami infeksi yang gagal. Dalam hal ini, ketika seseorang terpapar virus Corona, virus tersebut sudah masuk ke dalam tubuh untuk memulai infeksi, tetapi tubuh melawannya sebelum menimbulkan gejala.




Hal ini juga telah dibuktikan dalam beberapa penelitian. Dalam salah satu penelitian tersebut, virus disemprotkan ke hidung 34 sukarelawan sehat, tetapi hanya setengah dari mereka yang mengalami infeksi.

Di sisi lain, ada juga kemungkinan langka lainnya yang membuat seseorang tidak terinfeksi, dimana mereka memiliki kekebalan genetik. Ini juga terlihat pada penyakit lain seperti HIV (human immunodeficiency virus).

Mutasi pada kode genetik orang tersebut mengunci sel tubuh mereka sehingga HIV tidak dapat masuk sama sekali. Mutasi serupa telah terbukti mengunci virus Corona dari sel manusia. Ini dapat membantu dalam pengembangan pengobatan di masa depan.



BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler