Kalah di WTO, Indonesia akan Ajukan Banding Terkait Larangan Ekspor Bijih Nikel
Kebijakan pemerintah RI terkait ekspor nikel berlandaskan pada penguatan hilirisasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah akan mengajukan banding terhadap putusan Organisasi Perdagangan Dunia, World Trade Organization (WTO), terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang diberlakukan Indonesia. Meski sudah diputuskan kebijakan ini melanggar aturan WTO, namun Arifin bersikukuh masih ada peluang untuk banding.
Ia menjelaskan pemerintah Indonesia menilai tidak perlu ada perubahan peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai tersebut sebelum ada keputusan sengketa diadopsi Dispute Settlement Body (DSB). "Pemerintah berpandangan bahwa keputusan panel belum memiliki keputusan hukum yang tetap, sehingga masih terdapat peluang untuk banding," ujar Arifin dalam RDP Komisi VII DPR RI, Senin (21/11/2022).
Ia menilai, pemerintah Indonesia memiliki hak untuk membuat kebijakan yang berdampak pada dalam negeri terlebih dahulu. Apalagi, kebijakan pemerintah berlandaskan pada penguatan hilirisasi yang berdampak pada nilai tambah dalam negeri.
"Kami melihat masih ada peluang untuk memperjuangkan apa yang menjadi kebijakan kami," tegas Arifin.
Keputusan final panel WTO di atas perkara larangan ekspor Indonesia yang disebut dalam sengketa DS 192. WTO memutuskan bahwa kebijakan pelarangan ekspor dan kewajiban dan pengolahan pemurnian mineral di dalam negeri terbukti melanggar ketentuan WTO.
Keputusan alhir dewan panel WTO sudah keluar pada 17 Oktober 2022 lalu. Hasilnya kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia itu dinilai telah melanggar Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) XX (d) GATT 1994.
WTO juga menolak pembelaan yang diajukan oleh pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional dan untuk good mining practice sebagai pembelaan.