MK Tolak Gugatan Presiden Dua Periode Bisa Maju Sebagai Cawapres

MK menolak gugatan karena penggugat tidak memiliki kedudukan hukum.

ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan putusan sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (29/9/2022).(Ilustrasi)
Rep: Febryan A Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materiil terkait ketentuan presiden dan wakil presiden yang sudah menjabat dua periode dilarang mencalonkan kembali. Gugatan ini dilayangkan Sekretariat Bersama Prabowo-Jokowi 2024-2029.

"Mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan hakim konstitusi di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (23/11/2022).

Gugatan ini diajukan Ketua Koordinator Sekretariat Bersama Prabowo-Jokowi 2024-2029 Ghea Ghiasty Italiane pada 19 September 2022. Dia meminta hakim konstitusi menguji konstitusionalitas Pasal 169 huruf n UU Pemilu.

"Persyaratan menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden adalah: belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 kali masa jabatan dalam jabatan yang sama," demikian bunyi pasal 169 huruf n itu.

Bagi penggugat, Pasal 169 itu bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945 yang berbunyi: "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan". Sebab, UUD 1945 menggunakan frasa 'dan', bukan 'atau'.

Menurut penggugat, Pasal 169 huruf n memposisikan presiden dan wakil presiden tidak satu paket. Sedangkan UUD 1945 menempatkan presiden dan wakil presiden sebagai satu kesatuan.

Lebih lanjut, penggugat menyebut keberadaan Pasal 169 huruf n menimbulkan pertanyaan "apakah Presiden yang sudah menduduki masa jabatan Presiden selama 2 masa jabatan, dapat mencalonkan diri kembali untuk jabatan yang berbeda yaitu Wakil Presiden di periode selanjutnya?"

Untuk diketahui, dalam beberapa waktu terakhir muncul wacana untuk mengusung Presiden Jokowi menjadi calon wakil presiden di Pemilu 2024. Padahal, Jokowi sudah dua periode menjabat sebagai presiden.

Hakim konstitusi menolak gugatan ini karena penggugat tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan. Sebab, hakim menilai penggugat tidak mengalami kerugian konstitusional atas keberadaan Pasal 169 huruf n.

Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan, keberadaan pasal 169 huruf n tidak membatasi atau menghilangkan hak konstitusional penggugat untuk menggunakan hak pilihnya. Sepanjang masih ada pasangan calon presiden dan wakil presiden, penggugat tetap bisa memilih pasangan capres-cawapres saat pemilihan presiden.

Lantaran penggugat tidak memiliki kedudukan hukum untuk menggugat, hakim konstitusi memutuskan untuk tidak menimbang pokok perkara. Artinya, hakim konstitusi belum menyatakan sikap terkait pasal tersebut.

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler