Kepatuhan dan Kesederhanaan Ibu Kandung Muallif Simtud Durar

Ibu Mualif Simtud Durar memiliki sikap sederhana.

republika
Kepatuhan dan Kesederhanaan Ibu Kandung Muallif Simtud Durar. Foto: Jejak peninggalan Islam di Hadramaut (ilustrasi)
Rep: Andrian Saputra Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di antara tokoh wanita saleh yang patut diteladani oleh para wanita Muslim adalah sosok Sayyidah Alawiyyah binti Husein bin Ahmad al Hadi al Jufri. Ia adalah ibu kandung dari Muallif Simtud Durar yaitu Habib Ali Al Habsyi. Dalam buku Biografi Habib Ali Al Habsyi Muallif Simtud Durar yang disusun Habib Husein Anis Al Habsyi dan diterbitkan Pustaka Zawiyah dijelaskan secuil kisah yang menggambarkan kepatuhan serta kesederhanaan dari Sayyidah Alawiyyah.

Sayyidah Alawiyyah berasal dari kota Syibam, Hadramaut, Yaman. Kala itu seorang ulama besar dari Seiwun yakni Habib Muhammad bin Husein Al Habsyi tertarik dengan Sayyidah Alawiyyah setelah mendengar kabar tentang pribadi mulia Sayyidah Alawiyyah. Habib Muhammad ingin memperistri Sayyidah Alawiyyah dan membawanya ke kota Taribah yang menjadi tempat tinggalnya. Habib Muhammad adalah pendakwah yang sering melakukan perjalanan ke berbagai tempat dan pelosok desa untuk berdakwah.

Singkat kisah, Habib Muhammad mengutus dua orang yaitu Habib Umar bin Muhammad bin Smith dan Habib Ahmad bin Umar bin Zain bin Smith untuk berangkat ke Syibam dan menemui ayah dari Sayyidah Alawiyyah yaitu Habib Husein bin Ahmad al Hadi al Jufri. Kedua utusan itu pun menjelaskan maksud tujuan kedatangan mereka menemui Habib Husein yakni untuk menyampaikan pesan dari Habib Muhammad.

Baca Juga


Kedua utusan itu menganjurkan agar Habib Husein menerima lamaran Habib Muhammad untuk Sayyidah Alawiyyah. Habib Husein pun menerima lamaran Habib Muhammad untuk putrinya itu. Kedua belah pihak pun sepakat untuk menggelar persiapan pernikahan pada malam itu juga.

Waktu itu Sayyidah Alawiyyah belum mendapat pemberitahuan tentang adanya orang yang meminangnya. Ia bahkan tak mengetahui tentang sosok Habib Muhammad dan dari mana kota asalnya. Pada waktu Dhuha, Sayyidah Alawiyyah baru diberi tahu oleh orang tuanya. Sayyidah Alawiyyah pun tak menolak.

"Ibuku adalah seorang yang patuh kepada kedua orang tuanya. Pada waktu Dhuha kedua orang tuanya memberi tahu bahwa seseorang telah meminangnya. Ibuku tidak menolak, padahal saat itu ia tidak memiliki pakaian untuk perkawinan, juga tidak memiliki persiapan lainnya. Ia tidak memiliki apa-apa," begitu penjelas Habib Ali Al Habsyi.

Sayyidah Alawiyyah tak memiliki pakaian bagus untuk digunakannya pada pesta pernikahan. Namun dari kota Syibam beberapa orang yang baik hati mengirimkan pakaian dan kebutuhan lainnya sehingga semua keperluan Sayyidah Alawiyyah untuk pernikahannya terpenuhi.

"Malam itu juga ibuku menikah dengan ayahku. Subuh keesokan harinya, ayahku meminta izin mertuanya untuk memboyong ibuku ke Taribah. Mereka menyetujuinya," penjelasan Habib Ali Al Habsyi.

Keesokan harinya pada waktu Dhuha, Habib Muhammad dan Sayyidah Alawiyyah berangkat menuju Dzi Ashbah desa tempat tinggal Sayyid Hasan bin Shaleh al Bahr al Jufri. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke Seiwun. Setelah itu melanjutkan perjalanan ke Taribah tempat tinggal Habib Muhammad.
 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler