Umayyah binti Qais Juru Rawat Perempuan Pertama
IHRAM.CO.ID, Perang yang berkecamuk di zaman Rasulullah SAW, tak hanya melibatkan kaum Adam. Di saat para laki-laki mengangkat senjata dan menghadapi musuh, terdapat tangan-tangan lentik nan terampil sekelompok perempuan, berdiri di belakang barisan pasukan Islam.
Keikutsertaan kaum Hawa itu tak lain ialah membantu memberikan tindakan medis bagi para korban perang yang terluka. Ini adalah bentuk lain partisipasi mereka dalam jihad di jalan Allah SWT. Salah satu nama perawat tersohor kala itu ialah sahabat perempuan (shahabiah) Umayyah binti Qais Al Ghiffariah. Bahkan, atas dedikasinya tersebut, ia didaulat sebagai pelopor perempuan di dunia perawatan.
Umayyah, begitu akrab disapa adalah shahabiah yang berasal dari suku Ghiffar, keturunan Abu Dzar al-Ghiffari. Ketika awal dakwah Islam, Abu Dzar berdomisili di Madinah. Jauh dari pusat penyebaran syiar di Mekah.
Jarak itu tak menghalanginya untuk berdakwah. Hidayah ini turut pula mengilhami Umayyah belia untuk menganut Islam. Ia bahkan rela menempuh jarah yang jauh hanya untuk bertemu Rasulullah.
Sosok yang terkenal cerdas dan berhati emas ini bermaksud menyampaikan ikrar keislamannya di hadapan Rasulullah, secara langsung. Kepasrahan itu tak terbatas pada pengakuan lisan. Umayyah ikhlas menyerahkan jiwa dan raganya untuk mengabdi di jalan-Nya.
Hal ini dibuktikan dengan partisipasinya di Perang Khaibar. Ia menyatakan diri ikut berperang sebagai tim juru rawat. Ia mengajak teman-teman perempuan dari suku Ghiffar untuk bergabung ke medan perang. Keinginannya itu sempat mendapat penolakan Rasulullah. Bahkan, dikisahkan Nabi sempat marah melihat kekeraskepalaan perempuan Bani Ghiffar.
“Atas izin siapa kalian ikut berperang?” tanya Rasul.
Mereka menjawab, bidang kerja yang mereka geluti nanti di peperangan tidak berada di garis depan, tetapi memberi dukungan medis bagi para pejuang. “Kami keluar dengan membawa obat-obatan untuk mengobati mereka yang terluka, mencabut panah dari tubuh pejuang, memberi minum, menyiapkan makanan, dan ikut berjuang di jalan Allah.’’
Rasulullah lega mendengar jawaban mereka. “Kalau begitu, silakan berangkat,’’ jawab Rasulullah.
Sebelum berangkat, Nabi berpesan kepada Umayyah agar menjalankan tugas sebaik-baiknya. Selama di medan perang Umayyah tidak mau menyia-nyiakan kepercayaan Nabi. Bersama dengan teman-temannya, ia bertugas dengan sigap. Pejuang yang terluka segera diangkut untuk mendapatkan pengobatan agar luka yang dideritanya tak memburuk.
Adapun perawat lainnya berlari-lari membawa kantung qirbah, wadah yang terbuat dari kulit kambing berisi air. Para pejuang yang kehausan segera diberi minum. Lalu, mereka kembali mengambil air untuk diberikan kepada pejuang yang lain.