DJP akan Matangkan Mekanisme E-Commerce Jadi Pemungut Pajak
DJP masih mempertimbangkan pemulihan ekonomi untuk aturan pemungut pajak E-commerce.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akan mengkaji ketentuan yang menunjuk platform e-commerce sebagai pemotong atau pemungut pajak. Adapun kepastian rencana pungutan pajak UMKM oleh platform e-commerce masih dalam kajian lebih lanjut.
Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Pajak Bonarsius Sipayung mengatakan masih ada beberapa pertimbangan dalam penerapan kebijakan tersebut, yakni kondisi ekonomi yang masih dalam pemulihan, kesiapan infrastruktur, besaran tarif serta kemudahan administrasi.
"Kita masih pertimbangkan, bagaimana cara kita nantinya memungut,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (29/11/2022).
Selain itu, DJP berupaya melakukan komunikasi dan sosialisasi terkait rencana ini, termasuk memfasilitasi dan memperbaiki administrasi, agar UMKM terus tumbuh dan menyadari pentingnya pembayaran pajak.
Sebelumnya, riset yang dilakukan lembaga peneliti pajak DDTC FRA mengungkapkan sebanyak 49,35 persen pelaku UMKM tidak setuju jika marketplace menjadi pemotong dan pemungut pajak. Sebagian besar pelaku UMKM daring lebih nyaman apabila pajak yang terutang dapat dihitung dan dibayarkan sendiri kepada otoritas pajak.
Selain itu, penunjukkan platform sebagai pemungut pajak dapat menurunkan partisipasi UMKM berjualan secara daring melalui e-commerce sebesar 26 persen dan bermigrasi ke media sosial maupun toko fisik. Menurut riset, kondisi itu dapat membuat UMKM kembali ke ekosistem ekonomi informal (shadow economy) yang secara jangka panjang dapat membuat basis pajak dari pelaku UMKM kembali menurun.
Maka itu, DDTC FRA menilai otoritas pajak perlu secara terbuka untuk melakukan sosialisasi terkait rencana pelaksanaan rekapitulasi data transaksi UMKM oleh marketplace atas kebijakan tersebut. “DJP juga perlu melakukan evaluasi pelaksanaan hasil rekapitulasi data, termasuk merumuskan aturan teknis, sinkronisasi data dan lainnya, termasuk merumuskan regulasi teknis dan memetakan kebutuhan infrastruktur teknologi,” ucapnya.
DDTC FRA menghitung beberapa tahapan persiapan tersebut, termasuk sosialisasi dan rekapitulasi, minimal membutuhkan waktu hingga tiga tahun, yang diiringi dengan catatan evaluasi partisipasi dan kepatuhan pelaku UMKM secara berkala.