Mahasiswa Harvard Galang Solidaritas untuk Pengunjuk Rasa China

Puluhan mahasiswa Universitas Harvard mendukung aksi protes di China

AP/Ng Han Guan
Para pengunjuk rasa memegang kertas kosong dan meneriakkan slogan-slogan saat mereka berbaris sebagai protes di Beijing, Ahad, 27 November 2022. Para pengunjuk rasa yang marah dengan langkah-langkah anti-virus yang ketat menyerukan agar pemimpin kuat China itu mengundurkan diri, teguran yang belum pernah terjadi sebelumnya sebagai otoritas di setidaknya delapan kota berjuang untuk menekan demonstrasi hari Minggu yang mewakili tantangan langsung yang jarang terjadi pada Partai Komunis yang berkuasa.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, CAMBRIDGE -- Puluhan mahasiswa Universitas Harvard pada Selasa (29/11) berkumpul untuk mendukung aksi protes di China. Warga China menggelar protes atas kebijakan nol Covid-19 yang ketat dan menuntut agar Presiden Xi Jinping mundur.

Sekitar 50 pengunjuk rasa, yang sebagian besar adalah mahasiswa di sekolah elit Ivy League, menyanyikan lagu-lagu dalam bahasa Mandarin dan Inggris. Mereka meneriakkan slogan-slogan dalam kedua bahasa tersebut, termasuk, “Kami bukan budak, kami adalah warga negara!. Kami tidak menginginkan kediktatoran, kami menginginkan pemilu!. Xi Jinping mundur."

Puluhan mahasiswa itu berkumpul di patung John Harvard dengan menggunakan masker. Penggunaan masker ini bukan karena untuk pencegahan Covid-19. Tetapi sebagai upaya agar tidak dikenali oleh otoritas China sehingga keluarga mereka aman.

Seorang mahasiswa pascasarjana Harvard yang berasal dari China, Wayne, mengatakan, jika otoritas China mengenali mereka maka keluarga yang ada di tanah air akan menghadapi  pelecehan atau bahkan kehilangan pekerjaan. Wayne enggan menyebutkan nama lengkap karena khawatir dengan kerabatnya di China.

Pemerintah China menetapkan strategi nol Covid-19 untuk mencegah penyebaran virus corona. Strategi ini menyebabkan sejumlah kota di China mengalami penguncian ketat, di tengah kebijakan global yang telah menetapkan untuk hidup berdampingan dengan Covid-19. Strategi ini telah menyebabkan demonstrasi di setidaknya delapan kota di China daratan dan Hong Kong. Inu merupakan aksi protes paling luas sejak gerakan pro-demokrasi di Lapangan Tiananmen pada 1989 yang dipimpin mahasiswa.

Mahasiswa Harvard memegang kertas putih kosong sebagai simbol pembangkangan dan mengenakan kacamata hitam atau menutupi wajah mereka dengan tudung dan topi.  Kertas kosong telah menjadi simbol pembangkangan sensor pemerintah oleh pengunjuk rasa China.

“Kami ingin mereka tahu bahwa kami sadar dan mendengar suara mereka,” kata Wayne

Para pengunjuk rasa juga meletakkan bunga di sekitar patung John Harvard  untuk menghormati 10 orang yang tewas dalam kebakaran di sebuah apartemen di China pada pekan lalu. Mantan mahasiswa Harvard yang sedang melanjutkan belajar ilmu saraf di Institut Teknologi Massachusetts, Brabeeba Wang, membuka maskernya dan memainkan biolanya untuk mengiringi nyanyian para pengunjuk rasa.

“Senang sekali melihat orang-orang memperjuangkan kebebasan mereka dan memperjuangkan kebebasan berbicara mereka,” kata Wang, yang berasal dari Taiwan.

Wang menyebut para pengunjuk rasa di China mempunyai keberanian untuk menentang pemerintah. Protes serupa diadakan di Universitas Columbia pada Senin (28/11/2022). Aksi solidaritas untuk mendukung rakyat China telah diadakan atau direncanakan di universitas Amerika Serikat lainnya dalam beberapa hari mendatang.


sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler