Benarkah Islam Tidak Mengenal Filsafat dan Hanya Mengekor Pemikiran Barat?

Peradaban Islam juga melahirkan filsuf-filsuf Muslim dengan teori filsafat autentik

Antara/Arif Firmansyah
Ilustrasi siswa madrasah belajar filsafat. Peradaban Islam juga melahirkan filsuf-filsuf Muslim dengan teori filsafat autentik
Rep: Erdy Nasrul Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pertanyaan ini selalu menjadi diskusi menarik. Banyak orang meyakini asal filsafat adalah Yunani, bagaimana dengan Islam, apakah memiliki tradisi filsafat?

Baca Juga


Pertanyaan ini mirip dengan judul artikel yang dimuat portal Aljazeera belum lama ini, "Why are there no Muslim Philosophers?" ("Mengapa tidak ada filsuf Muslim?").

Ada juga sejumlah akademisi Muslim dan non-Muslim masa kini yang menyoal hal tersebut karena mereka banyak dipengaruhi pemikiran orientalis yang sinis terhadap peradaban Islam.

Ada beberapa pendapat tentang hal ini. Orientalis Tjitze de Boer (1866- 1942) berpendapat, tidak ada tradisi filsafat dalam Islam. Filsafat adalah asli milik Yunani.

"Islam datang ke dunia tidak membawa filsafat," tulisnya dalam the History of Philosophy in Islam, sebagaimana dijelaskan cendekiawan Muslim Hamid Fahmy Zarkasyi.

Dalam perjalanannya, Islam bersentuhan dengan filsafat Yunani. Kemudian menerjemahkan naskah filsafat. De Boer menyebut ini sebagai proses asimilasi. Boleh dibilang, dia adalah intelektual yang sinis terhadap Islam. Sains Islam yang berkembang pesat pada abad ke-13 disebutnya sebagai "sains Yunani yang berkembang di Timur". Dia tak mau menyebut sains Islam.

Baca juga: Dulu Anggap Islam Agama Alien, Ini yang Yakinkan Mualaf Chris Skellorn Malah Bersyahadat 

Hal sama juga diutarakan Gustave Evon Grunebaum (1909-1972) dan Madjid Fakhry. Keduanya sama-sama meyakini Islam tak memiliki tradisi filsafat. Namun, apa benar demikian?

Putra kesembilan KH Imam Zarkasyi (1910-1985) itu menjelaskan hal berbeda. Islam justru memiliki tradisi filsafat. Tradisi filsafat dalam Islam adalah kerja kreatif yang lahir dari pandangan hidup Islam (worldview of Islam).

Ini adalah sistem keyakinan, pemikiran, dan nilai, yang diproyeksi kan oleh firman Allah melalui tafaqquh, bayan, tafsir, takwil, dan dikembangkan dalam tradisi keilmuan Islam.

Pandangan hidup Islam dimulai dari keesaan Tuhan (syahadah), kemu dian konsep-konsep dasar lainnya, seperti manusia, alam, ilmu, nilai, akhlak, ke adilan, dan lainnya.

 

Hal itu berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan, termasuk dalam hal berfilsafat. Tujuan berfilsafat adalah untuk mencapai kebenaran dan bertindak sesuai dengan kebenaran. Penjelasan ini didapatkannya dari Abu Ya'qub al-Kindi (801-873) dalam buku Fil Falsafah al-Ula.

Filsafat ini mewarnai kerja peradaban yang dicerahkan oleh kenabian dan kitab suci. "Filsafat Islam tumbuh dari wahyu dan kemudian berkembang dalam tradisi keilmuan, seperti fikih, tafsir, kalam, dan hadis," ujar pengkaji teori kausalitas Imam alGhazali (1058-1111) tersebut. Tradisi keilmuan itu juga melahirkan kajian filsafat hukum Islam, metafisika dalam teologi, dan sejenisnya.

Tak sembarangan, filsafat Islam lahir dari mekanisme ilmiah yang panjang. Ada banyak argumentasi berupa pembelaan dan pemilahan konsep yang dilakukan para ulama.

Dalam perkembangannya, tradisi filsafat Islam memengaruhi filsafat Yahudi, sebagaimana dijelaskan Shelomo Dov Goitein (1900-1985). Juga menjadi jembatan Barat mempelajari filsafat.

Hamid menjelaskan, filsuf Albertus Magnus (1193-1280) menggunakan argumentasi Abu Nasr al-Farabi (870-950) dan Ibnu Rusydi (1126-1198) tentang keberadaan Tuhan, yang kemudian dikuatkan oleh Thomas Aquinas (1225-1274).

Bagaimana dengan filsafat Barat, India, dan lainnya? Semua itu adalah hasil kerja pandangan hidup masingmasing. Yang harus ditekankan adalah tradisi ini tidak dibatasi oleh kawasan atau ras. Sebab, ini adalah kerja kreatif setiap peradaban berdasarkan pandangan hidup masing-masing.

Hamid mengutip pendapat MM Sharif dalam History of Muslim Philosophy bahwa tidak sepenuhnya Islam dipengaruhi Yunani.

Tidak benar bila dikatakan Yunani menghegemoni filsafat Islam. Sekali lagi, filsafat Islam adalah buah pandangan hidup Islam, tradisi keilmuan Islam, bukan salinan dan tempelan dari filsafat Yunani. Dengan kata lain, filsuf Muslim itu ada. Ini jawaban atas judul artikel Aljazeera di atas.

Namun, kerangka kerja semacam ini tidak banyak disorot dalam studi filsafat Islam, terlebih yang dilakukan peneliti Barat. Murid cendekiawan Muslim kelas dunia Syed Naquib alAttas (cucu Habib al-Qutb Abdullah bin Muhsin al-Attas, Empang Bogor) itu menjelaskan, umat Islam harus punya pendirian yang kuat, optimisme, dan percaya diri untuk menampilkan tradisinya sendiri.

 

"Sains Islam adalah hasil kerja kreatif ulama kita yang luar biasa. Kita harus lestarikan dan sebar luaskan, agar anak cucu kita tidak asing dengan tradisi dan kearifan ulama dahulu," ujar rektor Universitas Darussalam (Unida) Gontor tersebut.

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler