Australia akan Jatuhkan Sanksi pada Iran dan Rusia
Australia bakal menerapkan sanksi gaya Global Magnitsky Act.
REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA – Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengatakan, negaranya akan menjatuhkan sanksi kepada Iran dan Rusia. Hal itu dilakukan karena Canberra menilai terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang mengerikan di kedua negara tersebut.
Dalam sebuah opini untuk Sydney Morning Herald yang diterbitkan Sabtu (10/12/2022), Penny mengungkapkan, Australia bakal menerapkan sanksi gaya Global Magnitsky Act, yakni sebuah undang-undang asal Amerika Serikat (AS). Dia mengatakan, terhadap Iran, terdapat 13 individu dan dua entitas yang menjadi target sanksi Negeri Kanguru. Mereka termasuk Polisi Moralitas Iran dan Pasukan Perlawanan Basij, serta enam warga yang terlibat dalam aksi kekerasan terhadap pengunjuk rasa dalam demonstrasi memprotes kematian Mahsa Amini.
Australia juga bakal memberlakukan sanksi kepada komandan senior Garda Revolusi Iran, Seyed Sadegh Hosseini. Dia diduga berperan dalam penggunaan kekerasan tanpa pandang bulu terhadap massa pengunjuk rasa. “Pengabaian yang mencolok dan meluas dari rezim Iran terhadap hak asasi rakyatnya sendiri telah mengejutkan warga Australia, dan para pelakunya harus dimintai pertanggungjawaban,” tulis Wong opininya di Sydney Morning Herald.
Menurut dia, selain sanksi HAM, Australia akan menerapkan sanksi keuangan lebih lanjut terhadap tiga warga Iran dan satu pengusaha. Hal itu karena mereka memasok pesawat nirawak (drone) ke Rusia dan digunakan dalam perang di Ukraina. “Pasokan drone ke Rusia adalah bukti peran yang dimainkan Iran dalam mendestabilisasi keamanan global. Daftar ini menyoroti bahwa mereka yang memberikan dukungan material ke Rusia akan menghadapi konsekuensi,” ucap Penny.
Sementara itu, terdapat tujuh warga Rusia yang dibidik sanksi Australia. Penny mengatakan, mereka terlibat dalam percobaan pembunuhan tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny.
Navalny adalah “musuh” politik terkuat Presiden Rusia Vladimir Putin. Navalny ditangkap otoritas Rusia pada Januari 2021 lalu, sesaat setelah dia kembali dari Jerman. Pada Agustus 2020, dia sempat diracun menggunakan agen saraf Novichok. Namun setelah menjalani perawatan intensif dan melewati masa koma di sebuah rumah sakit di Berlin, Navalny selamat.
Pada Februari 2021, Navalny dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara karena melanggar ketentuan hukuman percobaan dari hukuman penggelapan tahun 2014. Navalny menuding tuduhan terhadapnya terkait kasus tersebut bermotif politik.
Penangkapan dan pemenjaraan Navalny memicu gelombang protes di Rusia. Otoritas berwenang Rusia merespons aksi tersebut dengan penangkapan massal. Rekan terdekat Navalny juga menghadapi tuntutan pidana.