Tanggapi Kritik Asing Terhadap KUHP, Wamenkumham: Jangan Dibanding-bandingkan  

Wamenkumham tegaskan ada kekhasan tersendiri dalam KUHP yang tak usah dibandingkan

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, tegaskan ada kekhasan tersendiri dalam KUHP yang tak usah dibandingkan
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID,J AKARTA – Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menjawab kritik pihak asing soal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan menjadi undang-undang oleh DPR. 

Baca Juga


 

Dia tegas menyampaikan, kitab hukum pidana antara satu negara dengan negara lainnya tidak bisa dibandingkan satu sama lain karena tidak terlepas dari situasi sosial, kondisi politik, dan lain sebagainya 

 

"Itu jawaban kami kepada utusan PBB yang ada di Jakarta, kami sudah jelaskan silakan Anda mengomentari pasal lain, tapi kalau Anda bicara soal deformation, soal kejahatan terhadap kesusilaan, soal kemudian delik politik, Anda tidak bisa banding-bandingkan," ujar Eddy dalam diskusi daring yang digelar Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dikutip Senin (12/12/2022). 

 

Selanjutnya dia menjelaskan, KUHP terdiri dari tiga buku, yakni Buku I, Buku II, dan Buku III. Buku I mengatur mulai dari ruang lingkup berlakunya ketentuan perundang-undangan pidana, tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana, pemidanaan, pidana dan tindakan, gugurnya kewenangan penuntutan dan pelaksanaan pidana, pengertian istilah, serta ketentuan penutup. 

 

Dalam Buku I antara KUHP lama dengan yang baru, terdapat perubahan sekira 80 persen hingga 90 persen. Pasalnya, hal-hal yang bersifat mendasar dan fundamental terdapat dalam Buku I KUHP. 

 

Adapun Buku II KUHP, mengatur mengenai benda sebagai obyek hak manusia dan juga mengenai hak kebendaan. Antara KUHP lama dengan yang baru disebutnya tak terjadi banyak perubahan. 

 

"Kalau Buku II itu berubah berapa persen? kalau Buku II itu tidak banyak berubah, isunya tidak banyak berubah. Ini menandakan bahwa sebetulnya hukum pidana itu berlaku universal, bahwa pembunuhan di manapun di muka bumi ini adalah kejahatan, penipuan di muka bumi ini di manapun adalah kejahatan, pencurian, pemerkosaan, dan lain sebagainya," ujar Eddy. 

 

Baca juga: Hidayah adalah Misteri, Dunia Clubbing Pintu Masuk Mualaf Ameena Bersyahadat

Namun tegasnya, ada tiga hal yang tidak bisa disamakan antara kitab hukum pidana satu negara dengan negara lain, yakni delik politik, delik kesusilaan, dan penghinaan sehingga, dia tak risau dengan kritik media hingga organisasi asing terhadap KUHP yang baru. 

 

"Dengan kata lain saya ingin mengatakan, sebetulnya saya tidak perlu risau, saya tidak begitu risau, saya cuek bebek dengan apa namanya yang dikatakan pers asing soal perzinahan. Saya nggak ada urusan, karena memang tak bisa dibanding-bandingkan," ujar Eddy. 

 

"Saya katakan kemarin dalam perwakilan di Amerika, bilang saya katakan 'Mengapa anda tidak memprotes hukum pidana Rusia yang secara tegas-tegas melarang LGBT? Mengapa Anda tidak memprotes hukum Irlandia Utara yang secara tegas-tegas melarang LGBT? Mengapa soal kohabitasi kok anda repot di Indonesia?'," sambungnya menegaskan. 

 

Lanjutnya, dia menyampaikan bahwa masih banyak negara yang memiliki hukum yang lebih keras ketimbang Indonesia. Apalagi disampaikannya sekali lagi, hukum pidana suatu negara tidak terlepas dari situasi sosial, kondisi politik, dan lain sebagainya. 

 

"Kita betul-betul menyusun satu KUHP nasional yang kemudian itu tentunya berorientasi pada Pancasila, Undang-Undang Dasar, dan juga latar belakang kehidupan sosial masyarakat kita," ujar Eddy.    

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler