Peradaban Barat Berutang Budi kepada Universitas Al-Qarawiyyin, Mengapa?
IHRAM.CO.ID, Dari masa ke masa, Universitas Al-Qarawiyyin selalu mendapat perhatian dari para sultan yang berkuasa. Para sultan tak pernah lupa untuk menyokong kegiatan keilmuan yang dilakukan universitas itu. Tak heran, bila subsidi serta dana kas negara secara khusus dialokasikan untuk menopang kegiatan akademik. Selain bantuan dana, para sultan juga menyuplai buku untuk universitas itu.
Universitas tertua di dunia itu tercatat berhasil mengumpulkan sejumlah risalah penting dari berbagai disiplin ilmu. Kompilasi manuskrip penting itu disimpan di perpustakaan yang didirikan oleh Sultan Abu-Annan, penguasa Dinasti Marinid. Beberapa risalah penting yang tersimpan di perpustakaan itu antara lain; 'Mutta of Malik', ditulis tahun 795 M; Sirat Ibn Ishaq, ditulis tahun 883 M, salinan kitab suci Alquran yang dihadiahkan Sultan Ahmed Al-Mansur Al-Dhahabi kepada universitas tahun 1602.
Selain itu, perpustakaan itu juga menyimpan salinan asli buku karya Ibnu Khaldun berjudul 'Al-'Ibar'. Ilmuwan Muslim terkemuka itu menghadiahkan buku yang ditulisnya itu kepada perpustakaan itu tahun 1396 M. Selama 12 abad lamanya, Universitas Al-Qarawiyyin telah menjelma menjadi pusat studi ilmu pengetahuan dan spiritual terkemuka dan penting di dunia Islam.
Universitas Al-Qarawiyyin tercatat sebagai salah satu perguruan tinggi yang paling prestisius di abad pertengahan. Sebagai kawah candra dimuka bagi para ilmuwan, universitas ini telah meluluskan sederet sarjana dan ilmuwan Muslim terkemuka, seperti Abu Abullah Al-Sati, Abu Al-Abbas al-Zwawi, Ibnu Rashid Al-Sabti (wafat 1321 M), Ibnu Al-Haj Al-Fasi ( wafat 1336 M) serta Abu Madhab Al-Fasi - yang memimpin generasinya dalam mempelajari faham Maliki.
Peradaban Barat tampaknya turut berutang budi kepada Universitas Al-Qarawiyyin. Betapa tidak, di abad pertengahan perguruan tinggi yang terletak di kota Fez itu memegang peranan penting dalam pertukaran kebudayaan dan transfer pengetahuan dari dunia Muslim ke Eropa. Transfer pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang di Universitas Al-Qarawiyyin ke Eropa itu dilakukan melalui sejumlah ilmuwan Muslim yang mengajar atau belajar di kota Fez.
Para ilmuwan itu antara lain; filosof dan ahli agama Yahudi, Ibnu Maimun (1135 M - 1204 M) yang dididik oleh Abdul Arab Ibnu Muwashah di Al-Qarawiyyin; Geografer dan kartografer (pembuat peta) Al-Idrissi (wafat 1166 M) juga pernah bekerja serta belajar di universitas ini. Selain itu, sejumlah ilmuwan Muslim lainnya yang juga sempat mengajar di perguruan tinggi pertama di dunia itu antara lain; Ibn Al-'Arabi (1165-1240), Ibnu Khaldun (1332-1395), Ibnu Al-Khatib, Alpetragius, Al-Bitruji, dan Ibnu Harazim.
Pemimpin tertinggi umat Katolik, Paus Sylvester II, turut menjadi saksi keunggulan Universitas Al-Qarawiyyin. Sebelum menjadi Paus, Gerbert of Aurillac (930 M - 1003 M) sempat menimba ilmu di universitas favorit dan terkemuka ini. Aurillac mempelajari matematika dan kemudian memperkenalkan penggunaan nol dan angka Arab ke Eropa. Pada tahun 1540 M, ilmuwan Belgia, Nichola Louvain pun tercatat sempat belajar bahasa Arab di Universitas Al-Qarawiyyin.
Selain itu, sejarawan Muslim bernama Joannes Leo Africanus juga sempat belajar di Universitas Al-Qarawiyyin. Hingga kini, universitas ini tetap mendidik dan mencetak para sarjana dari berbagai bidang. Sumbangan yang diberikan universitas ini bagi pengembangan ilmu agama Islam serta dunia ilmu pengetahuan begitu besar.