Kemenag Sambut Baik Usulan Penyesuaian Biaya Perjalanan Ibadah Haji
IHRAM.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Agama (Kemenag) menyambut baik usulan Wakil Ketua Komisi VIII DPR, TB. Ace Hasan Syadzily bahwa Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) perlu dikaji ulang. Ke depannya Bipih perlu mempertimbangkan kembali konsep istitha'ah (kemampuan) yang menjadi syarat haji.
"Apa yang disampaikan pimpinan komisi VIII mengenai perlunya pengkajian ulang terhadap Bipih, kami dari Kementerian Agama khususnya dari Dirjen PHU tentu saja menyambut baik," kata Direktur Jenderal Penyelenggaran Haji dan Umrah, Hilman Latief, saat dihubungi Republika, Rabu (21/12/2022).
Hilman menegaskan, Kementerian Agama sejak awal dengan Komisi VIII sudah berdiskusi banyak mengenai pelaksanaan atau penyelenggaraan haji 1443 Hijriah. Hasilnya Kemenag dan Komisi VIII sadar perlu ada perbaikan terkait pembiayaan perjalanan ibadah haji.
"Dan memang banyak hal yang harus kita perbaiki, khususnya mengenai biaya yang cukup tinggi. Sementara di saat yang sama biaya BIPIH belum dilakukan penyesuaian yang proporsional," katanya.
Hilman mengaku, Kemenag dalam hal ini Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (Ditjen PHU) telah melakukan kajian, agar pembiayaan haji ini tidak merugikan pihak lain di kemudian hari. Tentunya hasil kajian ini kedepan bisa menjadi pertimbangan untuk diterapkan.
"Dan oleh karena itu kami dari Kementerian Agama juga sudah melakukan kajian-kajian, terhadap biaya penyelenggaraan haji yang lebih proporsional untuk pembayaran Bipih nya," katanya.
Hilman memastikan, antara Kemenag dan Komisi VIII, memiliki semangat yang sama, bahwa pembiayaan haji perlu ada penyesuaian. Tentunya, ketika biaya haji disesuaikan, masyarakat masih bisa terjangkaun oleh masyarakat.
"Nah kita sepakat dan memiliki semangat yang sama. Untuk pembiayaan haji ini tentu saja masih terjangkau, saat yang sama juga menerapkan prinsip pengelolaan dana haji yang berkeadilan dan juga berkelanjutan," katanya.
Hilman mengatakan, pihaknya bersama Komisi VIII menginginkan bahwa sikap berkeadilan itu bisa diterapkan dalam pengelolaan dana haji. Artinya bukan hanya untuk yang akan berangkat tahun ini, tetapi untuk jamaah yang masih menunggu lama.
"Tapi juga untuk tahun-tahun berikutnya minimal 10 tahun ke depan kita juga harus bisa memprediksi dan memproyeksikan pengelolaan dana haji," katanya.
Karena kata dia, semua tahu bahwa masa tunggu jamaah haji cukup lama. Kemenag dan dewan perwakilan rakyat harus mengantisipasi berbagai hal, termasuk adanya inflasi karena dampak adanya perang dan sebagainya.
Sebelumnya, Ace Hasan Syadzily menyampaikan, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) perlu dikaji ulang menurut konsep istitha'ah (kemampuan) yang menjadi syarat haji. Menurutnya, konsep ini mencakup kemampuan secara fisik (kesehatan) dan juga material (biaya haji). "Rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 1443 H/2022 M per jemaah haji reguler sebesar Rp86.5 juta. Biaya yang dibayar langsung jemaah haji, rata-rata sebesar Rp39,6 juta meliputi biaya penerbangan, sebagian biaya akomodasi di Makkah dan Madinah, biaya hidup (living cost), dan biaya visa" terang Ace.
"Artinya, lebih dari 50% biaya perjalanan haji masyarakat, 'disubsidi' dari nilai manfaat optimalisasi keuangan haji yang dilakukan oleh BPKH," lanjutnya.
Dana itu, lanjut Ace, mencapai Rp46.9 juta per jemaah, atau secara keseluruhan lebih dari Rp4,7 trilyun. Dana tersebut untuk membayar komponen biaya penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi dan di dalam negeri.
Selain itu, lanjut Ace, jemaah haji lunas tunda pada tahun 1441H/2020M juga tidak dibebani tambahan biaya pelunasan BPIH tahun 1443H/2022M. Selisih kurang antara BPIH 1443H/2022M dengan BPIH 1441H/2020M, juga dibebankan ke nilai manfaat keuangan haji.
"DPR dan pemerintah terus berupaya meningkatkan pelayanan kepada jemaah haji. Pada tahun 1443H/2022M misalnya, telah dilakukan peningkatan volume makan jemaah haji di Makkah dan Madinah dari 2 (dua) kali per hari menjadi 3 (tiga) kali per hari," pungkas Ace.