Mengenal Teknik Irigasi Warisan Peradaban Islam
IHRAM.CO.ID, Swbelum peradaban Islam mencapai puncak kejayaannya, peradaban manusia di Timur Tengah begitu menggantungkan hidupnya pada sungai-sungai besar seperti Nil, Tigris dan Efrat. Sejatinya, peradaban sebelum Islam telah mengenal teknik dasar irigasi. Ketika kekhalifahan Islam menjelma menjadi kekuatan dunia dan kota-kotanya menjadi metropolis sistem irigasi pun dipercanggih.
Guna memenuhi kebutuhan air di kota-kota Islam yang saat itu mulai berkembang pesat, sistem irigasi yang ada mulai diperluas. Tak hanya itu, penguasa Muslim pun memperbanyak pembangunan kanal. Sehingga, kota-kota Islam di era keemasan tak pernah mengalami kekurangan suplai air baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk pertanian serta perkebunan.
''Sistem irigasi yang dikembangkan di dunia Islam mengandung aspek-aspek teknologi dan sosiologi yang menarik,'' papar Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya bertajuk ''Islamic Technology:An Ilustrated History''. Untuk membangun sebuah jaringan dan sistem irigasi yang amat luas, para insinyur Muslim terdorong untuk mengembangkan beragam teknologi.
Di zaman keemasan, teknik irigasi menjadi salah satu obyek yang sangat vital. Apalagi, sebagian besar negeri-negeri Islam memiliki jenis tanah yang kering. Para petani Muslim harus memutar otak untuk mendatangkan air ke lahan kering sehingga dapat ditanami beragam komoditas seperti tebu, padi, dan kapas - tanaman yang sangat membutuhkan air.
Menurut Al-Hassan dan Hill, para petani Muslim mewarisi sistem sistem irigasi yang telah rusak. Tak heran, jika pasokan air ke berbagai daerah yang sebelumnya dikuasai peradaban non-Islam kian menyusut. Sistem irigasi diperluas dan dipercanggih lantaran ''Revolusi Hijau'' yang dicetuskan peradaban Islam tak lagi memadai. Salah satu kunci keberhasilan ''Revolusi Pertanian'' adalah tersedianya air yang melimpah.
Selain memperluas sistem irigasi, para petani Muslim pun akhirnya mampu mengembangkan beragam teknologi, seperti peralatan pengangkat air, cara penyimpanan, pengangkutan serta distribusi air. Bahkan, mereka pun berhasil menciptakan teknik pencarian sumber-sumber air baik yang tersembunyi maupun sistem bawah tanah (qanat).
"Sedemikian besarnya kemajuan yang telah dicapai sehingga tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa pada abad ke-11 M hampir semua sungai, anak sungai, oasis, mata air, dan aquifer-aquifer yang diketahui ataupun banjir yang sudah diramalkan dapat dimanfaatkan peradaban Islam," cetus Al-Hassan dan Hill.
Bukti kemajuan peradaban Islam di bidang pengairan juga sangat tampak dengan pesatnya pembangunan kanal. Dengan kanal-kanal itu air dari sungai dialirkan ke daratan. Peradaban Islam juga telah mampu mengalirkan air ke kanal yang yang letaknya lebih tinggi. Pembangunan sarana irigasi dan kanal secara besar-besaran terjadi di era kekuasaan pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Saat itu, masyarakat yang berada di wilayah tandus mengalami krisis air. Akibatnya, masyarakat di wilayah itu tak bisa menghasilkan apapun karena lahannya yang kering, bahkan mereka selalu mengimpor makanan. Pemerintahan Abbasiyah akhirnya membuat aliran air dari sungai Tigris dan Efrat.
Sistem irigasi terus ditingkatkan dengan penggalian sejumlah kanal baru. Kanal terbesar dikenal dengan nama Nahr Isa. Saat itu, Kanal tak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat, namun juga digunakan untuk transportasi air antara Syria dan Irak. Dengan begitu roda perekonomian berputar semakin cepat dan negeri-negeri Muslim pun menjadi lebih makmur.
Teknisi-teknisi muslim kemudian menyempurnakan kincir air yang dibangun cukup rumit dengan saluran air bawah tanah yang disebut qanats. Untuk pembangunan tersebut dibutuhkan keterampilan yang tinggi karena posisinya berada dibawah lima puluh kaki bawah tanah