Batu Bata Terakhir
IHRAM.CO.ID, Oleh: Genis Ginanjar Wahyu
‘’Perumpamaan aku dan para nabi sebelumku ialah seperti laki-laki membuat sebuah bangunan, yang diperindah dan dipercantik seluruhnya, kecuali satu tempat untuk batu bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengelilinginya, mereka kagum dan berkata, ‘Seandainya ada batu bata yang diletakkan di sana. Akulah batu bata itu, dan akulah penutup para nabi’.’‘ (Alhadis).
Diutusnya para nabi dan rasul secara berurutan, sejak Nabi Adam hingga Muhammad SAW, merupakan sebuah proses estafet panjang dari penyampaian risalah dan dakwah Islam, yang sesuai dengan kondisi kultural serta kematangan perkembangan akal umat di setiap zaman. Dakwah Islam merupakan sebentuk upaya untuk memelihara keluhuran nilai-nilai kemanusia an, dengan mengacu pada prinsip amar ma’ruf nahyi munkar, yang disyariatkan dalam risalah Islam. Rasulullah SAW memiliki posisi dan kedudukan istimewa dalam penyampaian risalah dan dakwah Islam ini, sebagaimana terungkap melalui hadis di atas.
Jika para nabi dan rasul sebelum Muhammad SAW diutus untuk umat dalam periode waktu tertentu, Rasulullah SAW diutus untuk seluruh umat manusia. Sejak ditetapkannya risalah kepada beliau, hingga akhir zaman nanti. Hal ini karena Allah SWT telah menyatakan risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW telah leng kap dan sempurna serta final. Risalah tersebut akan selalu relevan dengan tantangan zaman. Begitu indah hadis di atas. Ada cerminan sikap kerendahan hati ( tawadhu) dari Ra sulullah SAW, yang menganalogikan dirinya hanya seumpama batu bata terakhir dari bangunan Islam yang nyaris sempurna.
Rasulullah SAW menyadari bahwa dirinya adalah mata rantai dakwah yang memiliki keterkaitan dengan periode kenabian terdahulu. Tiadalah arti ketulusan, ketabahan, serta kegigihan perjuangan dakwah Rasulullah SAW selama 23 tahun, tanpa peran para nabi dan rasul sebelumnya. Namun, di sisi lain, hadis ini sekaligus menjadi penegas fungsi kerasulan Muhammad SAW, yakni sebagai penutup risalah, di mana kaum Muslimin wajib meyakini tanpa reservebahwa risalah Islam telah lengkap dan sempurna. Tiada tempat bagi keraguan atas otentisitas dan validitas nilai kebenaran yang terkandung di dalamnya.
Karena itu, fenomena yang marak terjadi belakangan ini, di mana ada banyak pihak yang mengklaim sebagai nabi dengan risalah yang baru, dalam perspektif keimanan Islam, menjadi batal. Kaum Muslimin berkewajiban untuk tidak mengakui adanya risalah baru pascaditurunkannya Alquran kepada Rasulullah SAW, sang ‘batu bata terakhir’.