Mengungkap Makna Arsitektur Masjid Cheng Ho
IHRAM.CO.ID,Aristektur Masjid Muhammad Cheng Ho memiliki desain yang cukup menarik. Freddy Istanto memaparkan elemen-elemen masjid dan nilai-nilai spiritualnya dengan lugas dan detail. Ia menjelaskan, secara umum, bangunan Tiongkok berorientasi pada konsep dasar Feng Shui berupa upaya menjaga keseimbangan tiga wujud alam, yaitu, langit, bumi, dan manusia. Konsep Feng Shui ini diaplikasikan dalam bentuk-bentuk ruang dan pewarnaan. Warna merah, kuning, dan hijau mendominasi seluruh elemen bangunan yang mirip klenteng itu.
Pada bagian depan Masjid Muhammad Cheng Ho di Surabaya ini, terdapat patung naga dan singa yang mengingatkan masyarakat Tionghoa bahwa sebagian nenek moyang mereka adalah penganut Islam, namun tetap memelihara warisan budaya. Sementara itu, ornamen Islam dihadirkan melalui lafal "Allah" di puncak atap dan "Allah Muhammad" di atas pintu masuk serta hiasan kaligrafi pada dinding-dinding bagian luar dan dalam masjid.
Gaya arsitektur Masjid Muhammad Cheng Ho mendapatkan pengaruh dari masjid tertua di Tiongkok, Niu Jie, yang dibangun pada tahun 996 M. Pengaruh itu terutama terdapat pada atapnya yang mirip pagoda. Menurut Freddy, model atap pagoda yang tinggi menggambarkan pentingnya ruang di bawahnya, yaitu ruang ibadah utama. Urgensi ruangan ini dideskripsikan lewat nuansa Tiongkok yang kental, mulai dari bentuk, warna, hingga ornamen-ornamennya.
Menariknya, bentuk atap Masjid Muhammad Cheng Ho mengisyaratkan adanya kemiripan antara bentuk atap pagoda dan tajuk di Jawa. Keduanya berbentuk piramidal bersusun tiga. Inilah perpaduan ciri seni arsitektur dari dua negeri, Tiongkok dan Jawa. Hiasan berbentuk lengkung pada ujung-ujung atap merupakan ciri khas arsitektur Tiongkok yang dihadirkan dalam bentuk lebih sederhana.
Tatanan atap Masjid Muhammad Cheng Ho berbentuk segi delapan. Dalam kepercayaan orang Tiongkok kuno, angka delapan (pat kwa) bermakna kejayaan atau keberuntungan. Numorologi dalam arsitektur masjid ini tidak hanya berlaku pada atapnya, tetapi juga ruang ibadah utama berukuran 9 x 11 meter yang berada tepat di bawahnya. Angka 11 merupakan representasi dari ukuran Ka'bah ketika pertama kali dibangun. Sementara itu, angka sembilan adalah simbolisasi jumlah Walisongo yang berjasa besar pada proses Islamisasi penduduk di tanah Jawa.
Elemen lainnya yang mencerminkan akulturasi budaya Tiongkok dengan budaya lokal adalah dinding dan tiang. Konstruksi tiang-tiang sederhana Masjid Muhammad Cheng Ho mengadopsi gaya arsitektur Jawa. Sedangkan, gaya lengkungan setengah lingkaran pada dinding-dindingnya dipengaruhi oleh arsitektur Arab dan India. Dinding berlapis keramik batu bata merah mengingatkan pada susunan batu bata pada masjid-masjid Kuno di Jawa, seperti Masjid Menara Kudus.
Tak ketinggalan, sebuah beduk juga dihadirkan di dalamnya, tepatnya di sebelah utara masjid. Tentu, keberadaan benda ini menyimpan nilai kultural tersendiri. Sejatinya, beduk merupakan ciri khas masjid-masjid masyarakat Nahdlatul Ulama (NU). Kehadiran beduk di masjid ini untuk menyempurnakan unsur-unsur yang lazim ada dalam masjid di Nusantara. Secara kultural, beduk di sini dapat dimaknai sebagai simbol keterbukaan masjid bagi umat Muslim nonketurunan Tionghoa