Kekejaman Romawi, Visigoth, dan Toleransi Islam yang Luar Biasa di Barcelona

Islam datang ke Spanyol, termasuk Barcelona, dan menjadi harapan masyarakat di sana.

Republika/Putra M. Akbar
Ilustrasi Al-Hambra, simbol kejayaan Islam di Spanyol. Islam pernah berjaya di Spanyol, termasuk mencerahkan kota Barcelona.
Red: Erdy nasrun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kawasan Spanyol dikenal dengan sebutan Iberia. Wilayahnya kini meliputi Spanyol, Portugal, Andora, dan Gibraltar. Dahulu Spanyol, termasuk Barcelona, dihuni oleh penduduk asli. Kemudian datanglah Bangsa Romawi. 


Tak mudah bagi Romawi menaklukkan Spanyol. Butuh 2 abad lebih, yaitu sejak 19 SM hingga 220 M untuk menaklukkan Spanyol. Keberhasilan itu ditandai dengan penamaan area Iberia dengan sebutan Hispania.

Beberapa abad setelahnya, kekuasaan Romawi melemah. Datanglah orang-orang Visigoth, yaitu orang-orang suku Eropa yang berasal dari sekitar Lembah Danube (kini bermuara di Jerman, mengaliri banyak negara seperti Austria, Slovakia, Hongaria, Kroasia, Serbia, Rumania, Moldova, Bulgaria, dan juga Ukraina). Visigoth mengakhiri kekuasaan Romawi pada abad ke-5 Masehi. 

Bukan mengalami kemakmuran, sejak Visigoth berkuasa, penduduk Iberia justru sengsara dan teraniaya. Komunitas Yahudi merasa dianiaya sepanjang kekuasaan Visigoth. Mereka didiskriminasi dan dipersekusi penguasa. Mereka dilarang menjalankan ritualnya. Dan itu berlangsung sepanjang lebih dari seratus tahun. Setelah 1,5 abad (473-624 M), Visigoth menancapkan cengkeramannya di seluruh Semenanjung Iberia. 

Beberapa tahun kemudian. Tepatnya pada abad ke-6 Masehi, Nabi Muhammad SAW lahir. Setelah itu dia mendakwahkan Islam. Ajaran Islam mulai berkembang dan meluas ke berbagai kawasan. Di Jazirah Arab, Islam menyebar luas dalam waktu 23 tahun.

Thariq bin Ziyad datang ke Iberia pada abad ke-8 M dan menyebarkan Islam dengan luar biasa singkat. Warga Iberia, terutama orang Yahudi sangat mengapresiasi Thariq bin Ziyad dan pasukan umat Islam, karena mereka menjadi harapan yang membawa kehidupan jauh lebih baik dibandingkan Visigoth. Kemana pun pasukan Muslim datang, orang-orang di sana langsung membukakan gerbang kotanya. Kemudian pasukan Muslim disambut dengan penuh suka cita. Karena itulah umat Islam berhasil menguasai Iberia hanya dalam waktu lima tahun (711-716). Waktu yang jauh lebih singkat bila dibandingkan masa Romawi dan Visigoth yang menghabiskan berabad-abad. Sejak Islam berkuasa di sana, nama Hispania diubah menjadi al-Andalus.

Penguasa Barchinona dari Visigoth menyerah tanpa perlawanan kepada pasukan Islam al-Hurr bin Abdirrahman ats-tsaqafi pada 718 M. Tanda penyerahan itu adalah Pacte de Capitulacio, yaitu perjanjian warga Barchinona kepada kekuasaan Negara Al-Andalus yang beribukota di Cordova atau Qurtubah. Di bawah kekuasaan Islam, nama Barchinona berubah menjadi Barsyaluna. Dan orang-orang kini menyebutnya Barcelona.

Toleransi

Uniknya penguasaan umat Islam atas Barcelona dan area Iberia, tidak dibarengi dengan gelombang diaspora Muslim ke sana. Meski Islam berkuasa di sana, khalifah di sana tidak mewajibkan Bahasa Arab menjadi satu-satunya bahasa resmi. Kekuasaan Islam mempersilakan komunitas di sana berbahasa sesuai dengan budaya mereka. Ada yang berbahasa Latin Romawi.

Struktur pemerintahan dan komunitas masyarakat yang sudah ada terus berjalan apa adanya, seperti aristokrasi Visigoth, gereja katolik, dan komunitas Yahudi. Bahkan komunitas Yahudi yang pada masa Visigoth didiskriminasi, dilarang menjalankan praktil ritual, pada masa Islam dibolehkan untuk sepenuhnya menjalankan keyakinannya. Sungguh bentuk toleransi Islam yang luar biasa.

Dalam hal struktur social, kekhalifahan Islam di Andalusia menghormati pelaksanaan Libeer Ludiciorum atau konstitusi yang diberlakukan di sana. Seluruh penduduk, dari berbagai latar belakang keyakinan dan kesukuan, dijamin mendapatkan keamanan dan kebebasan, dengan syarat membayar pajak atau jizyah demi keberlangsungan pemerintahan. Ini adalah sesuatu yang tidak mereka dapatkan pada masa kekuasaan sebelum Islam.

Kearifan ini membuat masyarakat setempat tidak melakukan perlawanan terhadap pemerintahan, sekalipun masing-masing memeluk keyakinan yang berbeda. 

Penguasa Andalusia menugaskan pelaksana tata kelola pemerintahan di Barsyaluna, yaitu gubernur atau wali. Dialah kepala pemerintahan di level kota. Kedua adalah komandan militer yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban. Luar biasanya pada waktu itu, selama Islam berkuasa di sana, hampir tidak ada pemberontakan sipil terjadi.

Penduduk Barsyaluna hidup dalam damai. Namun pada 777 M, kondisi itu mulai berubah. Kemelut mulai terjadi. 

Ketika itu muncul Sulaiman bin Yaqdhan al-Arabi yang menjadi gubernur. Ada yang mengatakan bahwa dia adalah penguasa kelahiran Barsyaluna. Tapi ada juga yang bilang dia orang Visigoth. Dia ingin memerdekakan Barsyaluna, memisahkan diri dari kekuasaan Andalusia yang dipimpin penguasa Abdurrahman ad-Dakhil. Namun tidak terjadi pemberontakan, karena Sulaiman terbunuh pada 780 M.

Setelah itu penguasa berganti orang dan pemberontakan terjadi terus menerus hingga akhirnya kekuasaan Islam di sana hancur.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler