Menteri Kehakiman Israel Berencana Ubah Sistem Peradilan

Perubahan sistem dikhawatirkan akan menjadikan Pemerintahan Israel otoriter

EPA
Menteri Kehakiman Israel, Yariv Levin, mengumumkan sebuah rencana yang akan merusak otoritas sistem peradilan negara tersebut. (ilustrasi).
Rep: Rizky Jaramaya Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Menteri Kehakiman Israel, Yariv Levin, mengumumkan sebuah rencana yang akan merusak otoritas sistem peradilan negara tersebut. The Times of Israel melaporkan, Levin akan memungkinkan pemerintah sayap kanan untuk menolak keputusan Mahkamah Agung dan mengesahkannya menjadi undang-undang dengan mayoritas 61-MK.

Levin menyebut reformasi ini sangat diperlukan. Karena sistem saat ini memberikan terlalu banyak kekuasaan kepada pejabat yang tidak dipilih, seperti hakim dan penasihat hukum. 

"Kami pergi ke kotak suara dan memilih tetapi dari waktu ke waktu orang yang tidak kami pilih membuat keputusan untuk kami. Ini bukan demokrasi," kata Levin.

The Guardian melaporkan, kritikus kebebasan sipil dan pembela hak asasi manusia telah menentang perubahan tersebut. Seorang wartawan Gidi Weitz memperingatkan, jika perubahan sistem dilakukan maka Israel akan menjadi negara dengan pemerintahan otoriter.

"Jika langkah-langkah ini dilakukan, kita akan mengalami perubahan pemerintahan di Israel dari demokrasi parsial menjadi pemerintahan otoriter langsung," ujar Weitz, dilaporkan Middle East Monitor, Jumat (6/1/2023).

Mantan Menteri Kehakiman Israel, Gideon Sa'ar, menyebut rencana itu sebagai perubahan rezim. Dia memperingatkan perubahan sistem akan menyebabkan krisis konstitusional yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Kritikus juga mencatat reformasi peradilan yang diusulkan Levin dapat mengakibatkan pembatalan proses korupsi terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Presiden Asosiasi Pengacara Israel, Avi Himi, mengatakan, rencana reformasi peradilan ini diumumkan sehari sebelum sidang Pengadilan Tinggi tentang legalitas penunjukan Aryeh Deri sebagai menteri dalam negeri dan kesehatan, terlepas dari catatan kriminalnya.

"Ini tentu saja bukan kebetulan dan merupakan langkah anti-demokrasi yang dirancang untuk mengancam para hakim Mahkamah Agung, dan membahayakan independensi mereka untuk memutuskan yang terbaik dari penilaian yudisial mereka," ujar Himi.

Deri yang merupakan politikus Partai Shas telah dihukum karena kasus suap dan penghindaran pajak. Namun, keputusan Knesset baru-baru ini telah mengubah Undang-Undang Dasar dan mengizinkan Deri, serta politikus lainnya yang mungkin menghadapi situasi serupa untuk diangkat sebagai menteri.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler