Sidebar

Kejari Depok Siap Jalankan Putusan PK-MA Terkait First Travel 

Tuesday, 17 Jan 2023 21:35 WIB
Petugas berada di dekat mobil sitaan aset First Travel di Kejaksaan Negeri Depok, Jawa Barat, Senin (25/11).

IHRAM.CO.ID,DEPOK — Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok, Jawa Barat memastikan untuk melaksanakan putusan Peninjauan Kembali (PK) kasus agen perjalanan haji dan umrah First Travel. Kepala Kejari Depok, Mia Banulita mengaku sudah bersurat ke Pengadilan Negeri (PN) Depok, meminta salinan lengkap putusan PK-MA yang memerintahkan pengembalian aset-aset First Travel untuk mengganti dana ribuan korban penipuan dan penggelapan biro perjalanan haji serta umrah tersebut.

Baca Juga


Mia mengatakan, sampai akhir pekan lalu, Kejari Depok baru menerima petikan putusan PK-MA. “Yang amar putusannya terkait dengan barang bukti (aset-aset First Travel) dinyatakan dikembalikan kepada yang berhak,” begitu kata Mia dalam siaran pers yang diterima Republika, Senin (9/1/2023). “Selanjutnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Depok akan menunggu putusan lengkap atas putusan PK tersebut melalui PN Depok,” sambung Mia. 

Kejari Depok, kata Mia, memastikan taat atas putusan PK-MA tersebut. Ia pun mengatakan, sudah semestinya barang-barang bukti berupa aset-aset First Travel yang semula disita negara, dikembalikan untuk para korban. Namun Mia dalam rilisnya itu belum mengetahui aset-aset yang mana dalam putusan PK-MA itu, yang nantinya akan dikembalikan untuk mengganti kerugian para korban. “Menyikapi amar putusan PK-MA tersebut, kami sangat mengdepankan prinsip kehati-hatian. Karena itu kita menunggu salinan putusan lengkapnya dari MA,” begitu kata Mia.

MA pekan lalu mengumumkan hasil putusan PK yang diajukan tim pengacara First Travel. Dalam laman resmi MA disebutkan PK tersebut dikabulkan oleh majelis hakim. Pengacara First Travel Boris Tampubolon, Jumat (6/1/2023) mengatakan sudah mengetahui putusan PK-MA itu. Namun begitu, kata dia, putusan kabul tersebut masih belum terang mengacu pada permohonan yang mana. Karena dikatakan Boris, saat pengajuan PK, timnya memohonkan dua persoalan. Terkait dengan permohonan untuk membebaskan dua terpidana dua bos First Travel Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan. 

Dan permohonan kedua, menyangkut soal permohonan agar MA dalam PK-nya mengabulkan pengembalian aset-aset First Travel yang semula dirampas untuk negara. “Jadi kita juga belum tahu yang dikabulkan oleh MA itu atas permohonan yang mana. Apakah permohonan yang pertama, yang kedua, atau dua-duanya,” ujar Boris kepada Republika, pada Jumat (6/1/2023). Namun begitu, Boris meyakini putusan kabul atas PK-MA itu terkait seluruh permohonan yang diajukan pihaknya. Selanjutnya kata Boris, agar kejaksaan segera mengeksekusi putusan PK-MA tersebut. Terutama, dikatakan dia, yang menyangkut pengembalian aset-aset Fisrt Travel.  

Sampai saat ini, aset-aset First Travel dalam penguasaan negara. Padahal dikatakan Boris, dalam kasus First Travel tersebut tak ada kerugian negara di dalamnya. “Prinsipnya dari kami, karena kasus ini tidak ada yang merugikan negara, memang seharusnya aset-aset (First Travel) yang sudah disita itu dikembalikan kepada pihak kami. Dan dari pihak kami (First Travel), berkomitmen penuh untuk mengembalikan aset-aset tersebut kepada masyarakat yang berhak (korban First Travel), dalam bentuk memberikan ganti kerugian,” ujar Boris. 

Meskipun begitu, Boris mengaku lupa berapa aset-aset First Travel yang saat ini dalam penguasaan negara itu. “Kalau persisnya saya lupa berapa besarannya. Karena kami, pun belum membaca aset-aset yang mana dalam putusan (PK) MA itu yang harus dikembalikan,” ujar Boris. Akan tetapi, Boris mengatakan, mengacu putusan kasasi MA 2019 sebelumnya, menyebutkan besaran aset-aset sitaan kasus First Travel hanya senilai Rp 25 miliar. Padahal nilai kerugian para jamaah korban First Travel mencapai Rp 905 miliar. Jumlah itu mengacu pada data 63 ribu calon jamaah haji dan umrah yang tertipu oleh First Travel.

“Kita kan mendapatkan kuasa khusus untuk permohonan PK-nya saja. Kalau soal angka-angka, kita acuannya itu putusan MA sebelumnya saja (kasasi). Dan kita juga belum melihat aset-aset yang mana dalam putusan PK itu  yang dikembalikan,” terang Boris menambahkan. Sebab itu, dikatakan Boris, jika menjadikan putusan kasasi MA sebagai acuan angka aset yang disita, jumlah Rp 25 miliar tersebut tentu tak cukup untuk mengganti penuh uang jamaah haji dan umrah korban First Travel. 

“Kalau cukup tidak cukup, itu memang sepertinya tidak akan cukup,” kata Boris melanjutkan. Tetapi dikatakan dia, kepastian hukum yang ada saat ini, mewajibkan negara untuk mengembalikan aset-aset yang disita tersebut kepada First Travel. Selanjutnya, kata Boris, kliennya memastikan untuk menjadikan aset-aset yang akan dikembalikan itu sebagai sumber pengganti kerugian jamaah haji dan umrah korban First Travel. “Itu komitmen dari klien kami,” kata Boris.

 

 

Berita terkait

Berita Lainnya