Anak Pendek Belum Tentu Stunting, Ini Pembedanya

Pantau tinggi badan anak dengan menggunakan kurva pertumbuhan dari WHO.

Republika/Putra M. Akbar
Petugas mengukur tinggi badan anak sebelum disuntikan vaksin campak rubella di kawasan Batu Ampar, Kramat Jati, Jakarta, Selasa (9/8/2022). Stunting harus dicegah saat usia anak kurang dari dua tahun.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu ciri anak yang mengalami stunting ialah perawakannya yang kerdil. Meski begitu, anak pendek belum tentu gagal tumbuh.

Baca Juga


Apa pembedanya? Dokter spesialis gizi klinis Raissa Edwina Djuanda menjelaskan ada sejumlah indikator penanda stunting.

"Anak pendek kalau tingkat intelegensianya baik bisa jadi tidak tinggi karena faktor genetik atau nutrisinya kurang," jelas dr Raissa dalam diskusi media bertema "Mencegah Stunting" di Jakarta, Rabu (18/1/2023).

Anak disebut stunting ketika mengalami kekurangan gizi di 1.000 hari pertama kehidupannya. Kondisi itu berlangsung lama hingga menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.

"Orang tua yang mengalami stunting kelak akan melahirkan anak yang juga sama kondisinya," kata dr Raissa yang praktik di RS Pondok Indah-Puri Indah, Jakarta.

Stunting harus dicegah saat usia anak kurang dari dua tahun. Sebab, itu memengaruhi perkembangan otak anak.

"Perkembangan otak anak paling pesat, yakni 80 persen, terjadi dari masa kehamilan hingga usia dua tahun dan prosesnya berlanjut hingga usia 12 tahun," ujar dr Raissa.

Faktor penyebab stunting

Kondisi kesehatan calon ibu, jarak antarkehamilan yang terlalu dekat, dan postur pendek termasuk faktor penyebab stunting. Demikian juga dengan calon ibu yang masih remaja atau mengalami anemia dan malanutrisi.

Dari sisi bayi, stunting bisa dialami oleh bayi lahir prematur atau panjang badannya saat lahir termasuk pendek. Bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) secara eksklusif di enam bulan pertama kehidupannya serta tidak mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI) yang seimbang gizinya juga berisiko stunting.

Di samping itu, faktor ekonomi dan tingkat pendidikan rendah juga bisa memicu stunting. Demikian juga dengan pelayanan kesehatan yang terbatas, higiene, dan sanitasi buruk.

"Stunting dapat menyebabkan kognisi buruk, performa anak di sekolah buruk, dan berbagai risiko penyakit kronis," tutur dr Raissa.

Pantau secara berkala

Orang tua perlu memantau tumbuh kembang anaknya secara berkala. Gunakan kurva pertumbuhan anak yang disusun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mencermatinya.

"Anak masuk kategori stunting jika tinggi badannya menurut usia lebih dari dua standar deviasi di bawah median kurva standar pertumbuhan," kata dr Raissa.

Lebih lanjut, dr Raissa menyerukan untuk memberikan nutrisi yang tepat bagi anak seraya mencegah anak tertular penyakit. Kedua hal tersebut dapat mendukung anak tumbuh optimal, mencegah stunting.

"Jika anak tak mengalami kenaikan tinggi badan selama dua bulan berturut, konsultasikan ke dokter," ujar dr Raissa.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler