Mengapa tidak Ada Caketum PSSI yang Mantan Pemain? Kita Harus Realistis
Padahal, logikanya pesepak bola lah yang paham betul soal bola.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sepak bola Indonesia Mohamad Kusnaeni memberikan pandangannya terkait tidak adanya satu pun mantan pemain sepak bola yang berani mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PSSI. Sejauh ini ada lima nama yang masuk bursa pencalonan Ketum PSSI 2023-2027. Namun tidak ada satu pun dari mereka yang merupakan mantan pemain sepak bola.
PSSI akan menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) pada 16 Februari mendatang untuk memilih kepengurusan baru periode 2023-2027. Komite Pemilihan (KP) PSSI telah mengumumkan daftar bakal calon Ketum, Waketum dan anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, dengan rincian 5 Caketum, 20 Waketum, 83 Exco.
Mantan pemain sepak bola seperti Bambang Pamungkas dan Ponaryo Astaman hanya berani mencalonkan diri di level Waketum. Sementara Kurniawan Dwi Yulianto mencalonkan diri sebagai Anggota Exco PSSI. Mengenai hal itu, Kusnaeni mengatakan persoalaan ini harus dilihat secara realistis.
"Ketika industri sepak bola di sebuah negara sudah mandiri, maka ruang partisipasinya akan lebih terbuka. Contoh di negara-negara Eropa, presiden federasi sepak bola bisa saja bukan orang bola atau tidak punya hubungan dengan sepak bola, tapi orang yang dianggap profesional untuk mengelola organisasi," kata Kusnaeni saat dihubungi republika.co.id, Jumat (20/1/2023).
"Tapi di industri sepak bola di negara seperti Indonesia, mungkin Malaysia atau Thilailand, belum sampai di level mandiri, maka dibutuhkan orang-orang yang punya power (kekuasaan) supaya menjadi penggerak. Suatu saat ketika industri sepak bola kita sudah mandiri mungkin akan tiba saatnya bagi mantan pemain atau siapa pun untuk memimpin selama punya kemampuan manajerial yang baik," ujarnya.
Namun untuk saat ini, Kusnaeni menilai PSSI masih membutuhkan sosok yang mempunyai pengaruh terhadap kebijakan publik maupun hubungan yang baik dengan pemerintah. Menurutnya Indonesia masih belum siap, dan itu bisa dilihat dengan kenyataan bahwa semua stadion yang ada, yang biasa digunakan adalah fasilitas milik negara.
"Jadi gimana mau dibilang sepak bola kita sudah mandiri. Nah selama kemandirian itu belum tercipta, maka ketergantungan kepada kekuasaan masih besar. Makannya tokoh-tokoh yang dipercaya untuk menjadi pengurus ada tokoh-tokoh yang punya kekuasaan. Itu hukum alam menurut saya," ujarnya.