BKKBN: Penanganan Stunting 2023 Fokus pada Rumah tak Layak Huni

BKKBN terus melengkapi data keluarga yang berisiko stunting secara by name by address

MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS/ANTARA
Pemilik rumah berada di dalam rumahnya di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Selasa (2/2/2021). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membeberkan selama tahun 2023, akan mulai berfokus menangani permasalahan stunting pada keluarga yang memiliki rumah dengan kondisi tak layak huni.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membeberkan selama tahun 2023, akan mulai berfokus menangani permasalahan stunting pada keluarga, yang memiliki rumah dengan kondisi tak layak huni. Keluarga yang tidak punya jamban, rumah tidak layak huni, air tidak bersih akan menjadi prioritas. 

Baca Juga


"Makanya di BKKBN ada data keluarga yang berisiko stunting," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Waktu Indonesia Berencana (WIB) yang disiarkan di Jakarta, Jumat (20/1/2023).

Hasto menuturkan bahwa BKKBN terus melengkapi data keluarga yang berisiko stunting, secara by name by address untuk memberikan intervensi yang sesuai pada target sasaran percepatan penurunan stunting. Hal yang mendasari keluarga dengan rumah tak layak huni menjadi fokus utama, yakni karena hasil dari penelusuran audit kasus stunting menyatakan rumah tak layak huni berperan meningkatkan potensi anak terkena stunting.

Misalnya stunting yang diakibatkan oleh anak terkena diare yang berulang. Diare kemudian menyebabkan berat badan anak tidak bertambah, karena sumber air di rumah yang sudah tercemar feses atau keterbatasan jamban dan sanitasi bersih.

Pihak yang menjadi fokus BKKBN selanjutnya adalah keluarga dengan kondisi usia terlalu muda atau terlalu tua. Keluarga dengan kriteria tersebut berisiko tinggi stunting karena terdapat kemungkinan mereka tidak ber-KB sehingga jarak antarkehamilan dan kelahiran kurang, atau masih menginginkan kehamilan saat usianya sudah berisiko bagi kesehatan ibu.

"Kalau nanti dia sudah umur 36-38 semangat ingin hamil, itu berisiko tinggi. Jadi orang yang jaraknya terlalu dekat, anaknya baru satu atau dua bulan dia tidak KB lalu dia kebobolan itu juga berisiko stunting. Itu yang menjadi sasaran utama," katanya.

 

Hasto melanjutkan, pemerintah juga memfokuskan diri memberikan pendampingan kepada calon pasangan pengantin. Pendampingan dilakukan dengan mengedukasi upaya-upaya baik yang membuat calon ibu menyiapkan kehamilan yang sehat.

"Kita harus peduli terhadap mereka mereka yang mau menikah ini. Makanya, kita harus galakkan program-program seperti edukasi untuk tidak mementingkan pre-wedding foto panjat gunung sana sini atau gelar tenda mahal, tapi bagaimana pre-wedding yang menyiapkan kehamilan yang sehat," katanya.

Hasto turut mengakui fokus penanganan percepatan penurunan stunting pada tahun 2023, juga akan terus menggalakkan pengetahuan pada masyarakat terkait pentingnya pemeriksaan kesehatan ke fasilitas kesehatan baik, seperti periksa kadar hemoglobin, pengukuran tinggi dan berat badan, pengukuran lingkar lengan atas atau konsultasi pada tenaga medis.

Dia menyarankan dan berharap supaya setiap pihak mulai memperhatikan dan membantu menyiapkan kesehatan calon ibu, supaya anak yang dikandung tidak terlahir stunting. Pemeriksaan juga sudah mulai bisa dilakukan tiga bulan sebelum menikah.

Diharapkan, pembiasaan sejak anak belum dilahirkan tersebut, dapat meningkatkan kewaspadaan bersama dan kepedulian terhadap pencegahan stunting pada anak pada masa depan.

"Jadi fokus kami pada kelompok keluarga berisiko tinggi, kedua orang yang mau menikah. Ini jadi perhatian utama dan ibu hamil, kemudian anak kurang dari dua tahun. Itu prioritas kita tahun ini," ujarnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler