Komisi VIII akan Dalami Rencana Kenaikan Biaya Haji

Biaya ibadah haji 2023 yang ditetapkan sebesar Rp 98,8 juta masih merupakan usulan

Republika
Jamaah haji (ilustrasi). Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menjelaskan, biaya ibadah haji tahun 2023 yang ditetapkan sebesar Rp 98,8 juta masih merupakan usulan dari Kementerian Agama (Kemenag).
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menjelaskan, biaya ibadah haji tahun 2023 yang ditetapkan sebesar Rp 98,8 juta masih merupakan usulan dari Kementerian Agama (Kemenag). Kendati demikian, pihaknya sudah membentuk panitia kerja (Panja) untuk mendalami usulan kenaikan tersebut.

"Kami akan membahasnya bersama pihak-pihak terkait sekaligus akan melakukan peninjauan lapangan terkait dengan nilai setiap komponen dari biaya haji," ujar Ace lewat pesan singkat, Ahad (22/1/2023).

Komisi VIII juga akan memastikan nilai kontrak pemondokan, transportasi udara, konsumsi, dan berbagai komponen pokok lainnya. Termasuk melihat potensi untuk dilakukan efisiensi, serta memastikan nilai yang dicantumkan rasional atau tidak.

"Sebagai usulan tentu sah-sah saja, tapi ya perlu diperdalam setiap komponen pembiayaan haji itu. Aspek sustainibilitas keuangan haji memang harus menjadi pertimbangan," ujar Ace.

"Bagi kami, harus ada penjelasan yang rasional terkait dengan usulan tersebut. Kami bisa memahami jika memang diperlukan adanya penyesuaian dari harga komponen pembiayaan haji tahun ini," sambung politikus Partai Golkar itu.

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan biaya ibadah haji tahun 2023 ditetapkan sebesar Rp 98,8 juta. Dari angka tersebut, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibebankan kepada setiap jamaah senilai Rp 69,1 juta. Padahal, biaya haji tahun 2022 ditetapkan bagi setiap jamaah di angka Rp 39,8 juta.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief menjelaskan, hal ini terjadi karena perubahan skema prosentase komponen Bipih dan Nilai Manfaat, yang mana pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70 persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat.

"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis," ujar Hilman Latief dalam keterangan yang didapat Republika, Sabtu (21/1/2023).

Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan. Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jamaah hanya Rp 4,45 juta, sementara Bipih yang harus dibayar jamaah sebesar Rp 30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13 persen dan Bipih 87 persen.

Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19 persen (2011 dan 2012), 25 persen (2013), 32 persen (2014), 39 persen (2015), 42 persen (2016), 44 persen (2017), 49 persen (2018 dan 2019).

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler