PBB: Pandemi Turunkan Angka Perdagangan Manusia
Jumlah perdagangan orang terdeteksi turun 11 persen pada 2020.
REPUBLIKA.CO.ID, WINA – Kantor Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Narkoba dan Kejahatan atau United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mengungkapkan, pandemi Covid-19 telah menurunkan angka perdagangan manusia di dunia. Itu menjadi penurunan pertama dalam kurun 20 tahun.
UNODC mengatakan, jumlah perdagangan orang terdeteksi turun 11 persen pada 2020, yakni tahun terakhir ketika data terkait kejahatan tersebut tersedia di sebagian besar negara. “Pada 2020, untuk pertama kalinya, jumlah korban yang terdeteksi secara global menurun,” kata UNODC dalam ringkasan laporan yang dirilis Selasa (24/1/2023).
Menurut UNODC, penurunan terbesar terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, mencakup wilayah Amerika Selatan dan Tengah, sub-Sahara Afrika, Asia Timur, dan kawasan Pasifik. UNODC menilai, ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan angka perdagangan manusia selama pandemi.
“Perubahan tren ini dapat disebabkan oleh tiga faktor berbeda yang memengaruhi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah selama pandemi: kapasitas kelembagaan yang lebih rendah untuk mendeteksi korban, lebih sedikit peluang bagi pelaku perdagangan manusia untuk beroperasi karena pembatasan pencegahan Covid-19, dan beberapa bentuk perdagangan manusia pindah ke lokasi yang lebih tersembunyi dan kecil kemungkinannya untuk terdeteksi,” ungkap UNODC.
Sementara itu, menurut UNODC, data awal untuk 2021 dari hanya 20 negara menunjukkan penurunan lebih lanjut di beberapa bagian Asia Tenggara, Amerika Tengah, dan Karibia. UNODC pun mengungkapkan bahwa perdagangan manusia untuk eksploitasi seksual mengalami penurunan tajam sebesar 24 persen. Untuk pertama kalinya sejak UNODC mulai mengumpulkan data, mendeteksi perdagangan manusia dalam kategori ini karena persentase keseluruhannya kira-kira sama dengan perdagangan manusia untuk kerja paksa, masing-masing sekitar 39 persen.
“Eksploitasi seksual mungkin telah berkurang karena (terkait pandemi) penutupan ruang publik dan mungkin juga didorong ke lokasi yang kurang terlihat serta kurang aman, membuat bentuk perdagangan ini lebih tersembunyi dan lebih sulit dideteksi,” kata UNODC.
UNODC mengatakan, konflik cenderung meningkatkan angka perdagangan manusia. Perang di Ukraina tidak mungkin menjadi pengecualian. “Darurat pengungsi di Ukraina meningkatkan risiko perdagangan bagi pengungsi Ukraina. Konflik 2014 di Ukraina melipatgandakan jumlah korban Ukraina yang terdeteksi di Eropa Barat pada 2016,” katanya, mengacu pada pencaplokan Krimea oleh Rusia.
UNODC memperkirakan persentase angka perdagangan manusia akan meningkat signifikan setelah invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu.