BI: Cadangan Devisa Sebagai Asuransi Diri Terhadap Turbulensi Global

Cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2022 mencapai 137,2 miliar dolar AS

Dok. Republika
Tangkapan Layar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bersama para deputi gubernur sebelum melaksanakan konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan, Kamis (19/1/2023).
Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan cadangan devisa penting sebagai modal asuransi diri terhadap turbulensi global sehingga Indonesia menjaga kecukupan cadangan devisa melalui reformasi manajemen cadangan devisa.

"Kita perlu memiliki kecukupan cadangan devisa untuk asuransi diri. Cadangan devisa adalah asuransi diri terhadap turbulensi global," kata Perry dalam BI Annual Investment Forum 2023 yang dipantau dalam jaringan di Jakarta, Kamis (26/1/2023).

Turbulensi ekonomi global pada 2023 meliputi antara lain pertumbuhan ekonomi global yang melambat, di mana ada potensi resesi terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, inflasi global yang tinggi, suku bunga yang tinggi dan bertahan lebih lama, dolar AS yang kuat, serta ketegangan geopolitik.

Perlambatan ekonomi global diperkirakan masih terjadi pada 2023, sehingga BI menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2023 menjadi 2,3 persen dari prakiraan sebelumnya sebesar 2,6 persen.

Reformasi manajemen cadangan devisa diperuntukkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan terutama di tengah ketidakpastian dan gejolak ekonomi global.

Dalam reformasi manajemen cadangan devisa, sasarannya bukan hanya mempunyai kecukupan cadangan devisa tapi juga harus mampu mengelola cadangan ketika menghadapi valuasi aset di tengah naik turunnya tingkat suku bunga global.

"Kita harus mengalokasikan cadangan devisa kita untuk likuiditas untuk intervensi valuta asing," tutur Perry.

Cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2022 mencapai 137,2 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir November 2022 sebesar 134 miliar dolar AS.

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan enam bulan impor atau 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional.

Untuk meningkatkan cadangan devisa nasional, Pemerintah Indonesia sedang merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.

Berdasarkan PP Nomor 1/2019 hanya sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, yang diwajibkan mengisi cadangan devisa dalam negeri.

Selain menambah sektor komoditas ekspor, pemerintah juga akan meninjau lebih jauh terkait besaran jumlah yang harus masuk dalam cadangan devisa.

Usai Rapat Koordinasi Nasional Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN) di Jakarta, Kamis, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan insentif dari Indonesia agar DHE disimpan di dalam negeri, akan bersaing dengan daya tarik yang diberikan Singapura.

Salah satu insentif tersebut bisa berupa insentif bunga dan pendapatan bunga. Insentif tersebut akan tertuang dalam peraturan hasil revisi aturan DHE.

Bank Indonesia, kata Airlangga, juga akan mengeluarkan Peraturan BI (PBI) terkait insentif penyimpanan DHE di industri dalam negeri.

Pemerintah mengusulkan jangka waktu tiga bulan untuk penyimpanan DHE dalam rangka mencegah pelarian arus modal dalam bentuk valas ke luar negeri. Usulan tersebut hingga saat ini masih dibahas di lingkup pemerintah dan BI serta pihak terkait lainnya.


Baca Juga


sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler