Komisi VIII DPR Berangkat ke Tanah Suci cek Persiapan Haji
IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa anggota Komisi VIII DPR/RI dilaporkan telah bertolak ke Arab Saudi pada Ahad (29/1/2023) malam. Hal ini dilakukan sebagai bentuk peninjauan dan pemantauan terkait biaya pelaksanaan haji 1444 H/2023 M.
"Tadi malamm rombongan Komisi VIII DPR berangkat ke Arab Saudi. Salah satunya untuk meneliti kembali seluruh komponen biaya yang ada," kata anggota Komisi VIII DPR RI Ibnu Mahmud Bilalludin, dalam agenda Forum Diskusi BPIH Berkeadilan dan Berkelanjutan, Senin (30/1/2023).
Ibnu menyebut, angka usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun ini belum final. Pihaknya masih akan melakukan pembahasan dan penelitian, baik dengan Kementerian Agama (Kemenag) maupun dengan lembaga lain yang terkait.
Selaku wakil rakyat, ia menegaskan hal yang menjadi fokus utama Komisi VIII adalah angka yang ditentukan harus terjangkau oleh sebagian besar jamaah haji yang sudah mendaftar. Jamaah haji Indonesia disebut harus merasa tidak terlalu keberatan, sehingga mampu melunasinya.
Berdasarkan struktur biaya penyelenggaraan haji 2022, yang mana kuota yang ditetapkan adalah 50 persen dari kuota normal, ia menyebut hal ini tidak adil dan tidak bagus. Jika pola yang sama diteruskan dan berlanjut, maka akan menggerus dana pokok dari dana jamaah haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
"Dengan sangat berani, Kemenag mengenalkan struktur biaya baru, 70:30. Ini cukup adil, cukup challenging. Tapi memang dalam kondisi saat ini perlu studi lebih lanjut atau diteliti lagi secara lebih detail," lanjut dia.
Komisi VIII DPR disebut memiliki sikap yang sama, yaitu angka tersebut harus turun. Namun diperlukan diskusi lebih baik dan lebih mendalam antara Kemenag dan BPKH, selaku penyelenggara dan pengelola dana jamaah, sedangkan DPR disebut bertindak sebagai pengawas.
Lebih lanjut, Ibnu menyampaikan pihaknya menilai perlu ada masa transisi dalam rasionalisasi biaya haji. Dengan target biaya haji lebih rendah dari usulan Kemenag, maka ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah dengan menyisir kembali komponen-komponen yang ada.
Selain itu, dari sisi perbandingan antara biaya yang dibebankan kepada jamaah langsung (Bipih) dan nilai manfaat BPKH, disebut harus dipikirkan kembali. Harus ada aturan peralihan apakah komposisinya 60:40, 55:45, atau langsung 70:30.
"Perlu diteliti lagi, sehingga dalam masa aturan peralihan ini semua bisa merasa baik-baik saja. Kondisi ekonomi kita saat ini belum pulih secara utuh, masyarakat yang tadinya berpenghasilan cukup sekarang masih terseok-seok, sehingga ini menjadi pertimbangan," kata Ibnu.
Terakhir, ia menitip pesan agar layanan dan fasilitas yang diberikan kepada jamaah jangan sampai turun atau kurang dibandingkan tahun lalu. Dengan kuota 100 persen saat ini, jamaah diharap tetap merasa puas dan dapat menjalankan ibadah dengan sebaik-baiknya.