Finlandia Sambut Sinyal Positif Erdogan Soal Keanggotaan NATO

Finlandia dan Swedia terus mencari jalan bersama untuk menjadi anggota NATO.

AP/Olivier Matthys
Menteri Luar Negeri Finlandia Pekka Haavisto berbicara dalam konferensi pers di markas NATO di Brussels, Senin, 24 Januari 2022.
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, HELSINKI – Menteri Luar Negeri Finlandia Pekka Haavisto mengomentari pernyataan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang mengisyaratkan siap menyetujui keanggotaan Helsinki di Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Menurut Haavisto, itu merupakan sinyal positif.

Haavisto mengatakan, dia tetap optimistis bahwa negaranya bisa bergabung dengan NATO. Terlepas dari komentar Erdogan, Haavisto menilai, tidak ada halangan bagi Finlandia, termasuk Swedia, untuk menjadi anggota NATO. “Pemahaman saya adalah tidak ada halangan mendasar bagi kedua negara untuk menjadi anggota,” ujarnya dalam sebuah konferensi pers, Senin (30/1/2023).

Dia mengungkapkan, Finlandia dan Swedia terus mencari jalan bersama untuk menjadi anggota NATO. Haavisto berharap ratifikasi keanggotaan dapat diselesaikan dalam pertemuan puncak para pemimpin negara anggota NATO pada Juli mendatang.

Akhir pekan lalu, Erdogan, untuk pertama kalinya mengatakan, Turki bisa saja mengubah sikapnya atas Finlandia terkait keinginan negara tersebut menjadi anggota NATO. Erdogan tampaknya hendak mengirim pesan khusus kepada Swedia yang juga sedang berupaya memperoleh keanggotaan NATO.

“Bila perlu, kami bisa memberikan tanggapan yang berbeda mengenai Finlandia. Swedia akan terkejut ketika kita memberikan tanggapan yang berbeda,” kata Erdogan dalam pertemuannya dengan para pendukungnya dari kalangan pemuda, Ahad (20/1/2023).

Turki dan Hongaria adalah dua negara anggota NATO yang masih menolak aksesi Swedia serta Finlandia ke organisasi pertahanan multilateral tersebut. Parlemen Hongaria diperkirakan akan menyetujui permohonan aksesi Helsinki dan Stockholm pada Februari mendatang. Sementara itu, Turki tampaknya masih akan mempertahankan penolakannya, khususnya terhadap Swedia.

Dalam pertemuan dengan para pendukung mudanya pada Ahad lalu, Erdogan kembali menyerukan Swedia agar mengekstradisi orang-orang yang tengah diburu Turki dari negaranya. Menurut Erdogan, orang-orang tersebut adalah para aktor yang terlibat upaya kudeta terhadap pemerintahannya pada 2016 dan tersangka teror dari kelompok milisi Kurdi.

“Jika Anda (Swedia) benar-benar ingin bergabung dengan NATO, Anda akan mengembalikan para teroris ini kepada kami. Anda akan mengirimkan para teroris ini kepada kami sehingga dapat bergabung dengan NATO,” kata Erdogan.

Penolakan Turki terhadap aksesi Swedia ke NATO telah diwarnai aksi pembakaran Alquran oleh politisi sayap kanan berkebangsaan Swedia-Denmark, Rasmus Paludan. Pada Jumat (27/1/2023) lalu, Paludan untuk kedua kalinya dalam sepekan, membakar Alquran di depan sebuah masjid serta Kedutaan Besar Turki di Kopenhagen, Denmark. Aksinya mendapat pengawalan kepolisian Denmark. Sebelumnya, pada 21 Januari lalu, dia telah melakukan aksi serupa di dekat Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia.

Paludan telah berjanji akan terus membakar Alquran hingga Swedia dan Finlandia memperoleh keanggotaan NATO. “Begitu dia (Recep Tayyip Erdogan) membiarkan Swedia bergabung dengan NATO, saya berjanji tidak akan membakar Alquran di luar kedutaan besar Turki. Jika tidak, saya akan melakukannya setiap Jumat pukul 2 siang,” ujar Paludan setelah melakukan pembakaran Alquran di Kopenhagen.

Aksi pembakaran Alquran oleh Paludan telah memicu protes dan kecaman dari negara-negara Muslim, termasuk Indonesia.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler