Terjebak Macet 2 Jam per Hari Tingkatkan Risiko Kerusakan Otak

Polusi udara dari lalu lintas dapat mengganggu jejaring (di otak).

Republika/Putra M. Akbar
Terjebak kemacetan dalam keseharian bisa sangat membuat frustrasi. Selain membuang banyak waktu dan memicu stres, menghabiskan banyak waktu di tengah kemacetan jalan raya ternyata juga dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan otak. (ilustrasi)
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terjebak kemacetan dalam keseharian bisa sangat membuat frustrasi. Selain membuang banyak waktu dan memicu stres, menghabiskan banyak waktu di tengah kemacetan jalan raya ternyata juga dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan otak.

Baca Juga


Dampak kemacetan bagi kesehatan otak ini diungkapkan dalam studi yang dipublikasikan pada jurnal Environmental Health. Studi ini menemukan adanya tanda penurunan fungsi otak setelah seseorang terpapar oleh asap knalpot mesin diesel selama minimal dua jam.

"Selama berpuluh-puluh tahun, peneliti mengira bahwa otak bisa melindungi diri dari efek berbahaya polusi udara," jelas tim peneliti dari University of british Columbia dan University of Victoria, seperti dilansir Express, Rabu (1/2/2023).

Studi ini merupakan studi pertama yang memberikan bukti baru mengenai hubungan antara polusi udara dan kognisi. Studi ini melibatkan 25 orang dewasa dalam sebuah percobaan di laboratorium.

Di dalam lingkup laboratorium, para partisipan dipaparkan oleh asap knalpot mesin diesel dan udara yang sudah disaring di waktu yang berbeda. Tim peneliti lalu mengukur aktivitas otak para partisipan, baik sebelum maupun setelah percobaan berlangsung dengan menggunakan MRI fungsional (fMRI).

Kemudian, tim peneliti menganalisis perubahan pada default mode network (DMN) otak. DMN otak adalah sekumpulan area otak yang saling berkaitan dan memainkan peran penting dalam daya ingat dan pemikiran internal.

Hasil fMRI menunjukkan adanya penurunan konektivitas fungsional pada banyak area DMN otak setelah terpapar oleh asap knalpot mesin diesel. Hal serupa tak ditemukan setelah partisipan terpapar oleh udara yang sudah disaring.

Tim peneliti mengungkapkan, perubahan konektivitas fungsional pada DMN telah diketahui berkaitan dengan penurunan performa kognitif dan gejala depresi. Oleh karena itu, tim peneliti menilai temuan dalam studi ini cukup mengkhawatirkan.

"Suatu hal yang mengkhawatirkan untuk melihat bahwa polusi udara dari lalu lintas dapat mengganggu jejaring (di otak)," kata tim peneliti.

Kabar baiknya, perubahan yang dipicu oleh paparan polusi udara tampak tak permanen. Tim peneliti mengungkapkan, konektivitas fungsional pada DMN para partisipan tampak kembali normal setelah tak terpapar asap knalpot mesin diesel. Namun, bukan tidak mungkin bila perubahan ini bisa memberi dampak permanen bila seseorang terus terpapar oleh asap knalpot mesin diesel.

Meski studi terbaru ini hanya berfokus pada polusi udara yang ditimbulkan kendaraan bermotor, tim peneliti menilai polusi udara akibat kondisi lain juga dapat memberikan dampak yang sama pada otak. Salah satunya adalah polusi udara akibat kebakran hutan.

Walaupun memiliki dampak buruk, menghindari kemacetan bukanlah opsi bagi semua orang. Banyak orang yang mau tidak mau harus tetap menghadapi kemacetan agar bisa beraktivitas.

Dalam kondisi seperti ini, tim peneliti menilai ada beberapa upaya yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah lebih berhati-hati saat bernapas di tengah kemacetan jalan raya. Bagi pengendara mobil, kehati-hatian ini bisa dilakukan dengan cara tak membuka jendela saat terjebak di tengah kemacetan.

"Penting untuk memastikan bahwa penyaring udara mobil Anda bekerja dengan baik," ujar peneliti dr Chris Carlsten.

Bagi pejalan kaki atau pengendara sepeda dan sepeda motor, dr Carlsten lebih merekomendasikan mereka untuk mencari alternatif jalan lain agar tak terjebak lama di tengah kemacetan. Mengingat dampak yang mungkin ditimbulkan oleh polusi udara, dr Carlsten juga mengimbau para pemangku kepentingan untuk lebih memperhatikan masalah polusi udara, terlebih dengan meningkatnya kasus gangguan neurokognitif.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler