'Nasdem akan Berkoalisi dengan KIB, Sangat Mungkin'
Hubungan partai politik antarkoalisi yang ada saat ini masih cair.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Wahyu Suryana, Nawir Arsyad Akbar
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai ada beberapa kemungkinan setelah pertemuan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh pada Rabu (1/2/2023) kemarin. Salah satunya, Nasdem berkongsi dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang di dalamnya ada Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Namun demikian, Adi menilai, kecil kemungkinan jika Golkar yang kemudian bergabung dengan Koalisi Perubahan yang terdiri dari Nasdem, PKS dan Partai Demokrat.
"Nasdem akan berkoalisi dengan KIB sangat mungkin, tapi kalau KIB berkoalisi dengan koalisi Nasdem tidak mungkin," ujar Adi dalam keterangannya kepada Republika, Kamis (2/2/2023).
Adi menyampaikan alasan yang mendasari Partai Golkar, PAN dan PPP yang tidak akan bergabung dengan Koalisi Perubahan jika tetap mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres). Ini karena ketiga partai ini dinilai solid mengawal Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) hingga selesai.
"Selama Nasdem ngotot mencapreskan Anies selama itu juga partai-partai politik koalisi pemerintah yang saat ini tegak lurus ke Jokowi ini tidak akan bergabung (dengan Nasdem) dan berkoalisi dengan Jokowi," ujar Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Karena itu, Adi menilai, tidak bisa langsung diasumsikan jika Golkar dan Nasdem akan berkoalisi jika hanya merujuk pada pernyataan Surya Paloh jika kedua partai sama-sama nyaman.
"Itu tidak bisa dispekulasikan bahwa Anies akan berpasangan dengan Airlangga Hartarto. Saya kira itu tidak mungkin, karena iman politik Golkar tidak mau ke Anies, iman politik PPP dan PAN itu tidak mau dengan Anies Baswedan di situ kuncinya," ujarnya.
Adi justru menilai pertemuan antara Surya Paloh dan Airlangga justru dalam upaya memperbaiki komunikasi politik antara Jokowi-Surya Paloh. Ini karena pertemuan ini bagian dari rentetan pertemuan Surya Paloh dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, dengan Gerindra-PKB dan Jokowi.
"Saya kira ini adalah empat rentetan peristiwa politik yang saling bertalian dan tidak mungkin berdiri sendiri. Semua ini harus dibaca dalam konteks sepertinya, ada upaya untuk merajut kembali, memperbaiki kembali komunikasi politik hubungan antara Jokowi dengan Surya Paloh," katanya.
Menurutnya, ini bisa dilihat karena Nasdem beberapa waktu terakhir dinilai sebagai partai politik koalisi yang sudah ingin 'pisah jalan' dengan Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Sebab, ia menilai pertemuan Surya Paloh dengan Golkar, Gerindra, PKB tentunya sudah sepengetahuan Jokowi.
"Dalam konteks itulah saya membaca bahwa pertemuan Surya Paloh dengan Golkar dengan Gerindra PKB sebelumnya, sebagai upaya untuk melakukan perbaikan komunikasi politik ya, mungkin ada sesuatu yg dinegosiasikan misalnya soal reshuffle dan pencapresan Anies di 2024," ujarnya.
Adi menilai, pertemuan juga kemungkinan sebagai upaya lobi-lobi agar Nasdem tetap di dalam koalisi Pemerintah. Sebab, Nasdem saat ini tengah dihadapkan pada pilihan tetap koalisi bersama Pemerintah atau pisah jalan untuk melanjutkan pencapresan Anies Baswedan di 2024.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Siti Zuhro mengatakan, sampai saat ini hubungan partai-partai sebenarnya masih cair. Karenanya, ia merasa, tidak perlu cepat menyimpulkan langkah Surya Paloh yang bersilaturahim dengan Airlangga Hartarto.
"Kita tidak perlu terburu-buru menyimpulkan atau menilai tanpa data yang akurat, tidak bisa, saya akan hati-hati menilai itu karena cair sekali, tidak ada yang definitif sampai hari ini terkait Pilpres 2024," kata Zuhro kepada Republika, Kamis.
Ia melihat, sebenarnya dinamika seperti itu tidak cuma ada di Partai Nasdem yang ada di Koalisi Perubahan, tapi ada di koalisi-koalisi yang lain. Gerindra dan PKB dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), misalnya, memiliki dinamika yang sama.
Oleh karena itu, Siti merasa, tidak perlu pula menyimpulkan langkah safari Ketua Umum Partai Nasdem sebagai langkah panik terancamnya posisi menteri-menteri mereka. Sebab, Zuhro menilai, semua partai-partai politik masih mencari kecocokan.
"Jadi, masing-masing partai itu mencoba silaturahmi politik mencari kecocokan," ujar Zuhro.
Zuhro berpendapat, pertemuan Surya Paloh dengan Presiden Joko Widodo maupun dengan Airlangga Hartarto sebenarnya pertemuan yang terlihat sangat cair. Terlebih, jika dikaitkan Pilpres 2024, masih lebih dari satu tahun ke depan.
Untuk itu, ia menyarankan publik agar bersabar dan memberikan waktu bagi partai-partai politik yang ada untuk mencari kecocokan. Setidaknya, Zuhro menilai, pada April 2023 nanti sikap parpol-parpol mulai akan mengerucut.
"Mungkin kita tunggu sampai April mengerucut, biar saja kasih kesempatan, mereka belum terbiasa karena memang koalisi yang terbangun selama ini tidak terformat, terukur, selalu ada rencana baru," kata Zuhro.
Pengamat Politik sekaligus Founder Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago pun menilai, masih ada kemungkinan partai-partai untuk berpindah koalisi, mengingat koalisi saat ini belum terbentuk utuh. Ini disampaikan Pangi sebagai tanggapan pertemuan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Rabu (1/2/2023).
"Kalau mengajak bergabung ke koalisi kan semua mungkin ya karena koalisi kita embrionya kan belum ke bentuk utuh ya, artinya otak atik sangat masih cair," kata Pangi dalam keterangannya, Kamis (2/2/2023).
Pangi menambahkan, begitu juga sosok capres maupun calon wakil presiden (cawapres) yang akan didukung partai-partai pada Pilpres 2024 masih fleksibel. Menurutnya, semua masih memungkinkan dalam politik hingga batas terakhir pendaftaran capres-cawapres ke KPU.
"Ada kemungkinan berganti-ganti bahkan Anies-Ridwan Kamil masih mungkin, Anies-Khofifah masih mungkin atau KIB bergabung dengan Koalisi Perubahan mungkin atau koalisi Indonesia perubahan bergabung ke KIB jg mungkin, atau juga ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya juga mungkin, jadi serba mungkin di dalam politik ini," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arwani Thomafi mengapresiasi bentuk komunikasi yang dijalin oleh Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh dan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto. Termasuk jika adanya keinginan Partai Nasdem bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
"Terkait perkembangan koalisi, kami juga terbuka jika ada partai lain gabung dengan KIB, termasuk Nasdem. Nanti kami akan buka ruang untuk bicara tentang Pemilu 2024, Pilpres," ujar Arwani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan, setiap partai politik memiliki mekanisme dalam memutuskan sikapnya. Termasuk dalam menentukan posisi dan koalisinya untuk menghadapi Pemilu 2024.
"Pada akhirnya, misalnya masing-masing partai punya pilihan sendiri itu adalah dinamika tersendiri dan juga itu merupakan hak politik masing-masing partai. Tetapi bahwa mereka saling bertemu, saling berdiskusi, saling berkunjung ini sesuatu yang bagus," ujar Arwani.
Kendati demikian, ia melihat kunjungan Surya Paloh sebagai bentuk silaturahmi antara partai politik. Mengingat beberapa waktu lalu, DPP Partai Nasdem juga berkunjung ke Sekretariat Bersama (Sekber) Partai Gerindra-Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Jadi ini adalah satu bagian yang bisa jadi merupakan satu capture sendiri di perjalanan partai partai menghadapi pemilu 2024. Bisa jadi akan kita masukkan ke dalam capture KIB, untuk kita bahas perkembangan yang terkait dengan kunjungan Bapak Ketua Umum Nasdem di Partai Golkar," ujar Arwani.