Daur Ulang Plastik, Sampah di Laut, dan Generasi Cacat

Perusahaan minuman kemasan didorong untuk membuat pabrik daur ulang plastik.

ANTARA/Basri Marzuki
Relawan mengidentifikasi sampel sampah plastik di pesisir pantai Teluk Palu, Palu, Sulawesi Tengah. Pengambilan sampel oleh tim Ekspedisi Sungai Nusantara bersama Seangle Indonesia dan Yayasan Telapak itu sebagai tindak lanjut dari temuan sebelumnya tentang tercemarnya teluk tersebut oleh sampah jenis makro dan mesoplastik ke pengukuran tingkat pencemaran jenis mikroplastik yang berbahaya bagi biota laut dan manusia./ilustrasi
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Natalia Endah Hapsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menko bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut teknologi pengolahan sampah diharapkan mampu mengurangi limbah plastik cair di laut, yang bisa membuat calon generasi penerus cacat. Plastik yang masuk ke laut dapat dimakan ikan, yang kemudian dikonsumsi manusia.

Baca Juga


“Kalau plastik masuk ke laut, dia bisa cair, dimakan ikan, ikan itu dikonsumsi oleh kita, terutama yang paling berbahaya pada ibu-ibu yang masih bisa hamil karena anaknya bisa cacat. Kita tidak mau punya generasi cacat di Indonesia,” kata Luhut dalam acara peresmian pabrik dauh ulang plastik PET Amandina Bumi Nusantara dan Yayasan Mahija Parahita Nusantara di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (8/2/2023).

Luhut mengatakan sangat memperhatikan langkah-langkah kecil dalam mengatasi masalah plastik. Karena itu, dia mendorong perusahaan minuman kemasan untuk membuat pabrik daur ulang plastik. Luhut mengatakan pemerintah berkomitmen mengurangi sampah laut sebesar 70 persen pada 2025, dalam upaya mengatasi persoalan polusi plastik. Kerja sama dan partisipasi dari semua pemangku kepentingan sangat penting untuk mencapai tujuan ini.

Indonesia kini sudah mengurangi 35,5 persen sampah plastik yang ada di permukaan laut. Namun, masih banyak sampah yang tenggelam di bawah laut. Karena itu, Luhut berkeinginan mendorong pabrik untuk membuat plastik yang bisa mengambang, sehingga tidak tenggelam di bawah laut.

“Itu lebih mudah di-collect. Teknologi ini sedang kita studi, segera kita uji untuk botol plastik dan plastik-plastik itu kalau masuk ke bawah laut dia akan mengambang,” ujar Luhut.

Saat ini, ada satu rumah pemulihan material (RPM) sampah di Bantargebang, Bekasi dengan kapasitas 2.000 ton per hari. Padahal, jumlah sampah DKI Jakarta mencapai 8.000 ton per hari.

Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEP Indonesia) dan Dynapack Asia membuat langkah besar dalam pola keberlanjutan penggunaan bahan plastik kemasan botol dengan diresmikannya fasilitas daur ulang botol plastik Polyethylene Terephthalate (PET), PT Amandina Bumi Nusantara (Amandina) di Bekasi, Jawa Barat.

Investasi senilai Rp 556,2 miliar untuk produksi PET daur ulang (recycled PET/rPET) ini tidak hanya akan mengurangi penggunaan plastik murni (virgin PET) yang merupakan bahan baku utama botol kemasan, tetapi juga mampu menurunkan emisi karbon dibandingkan penggunaan bahan baku PET dari plastik murni. Saat ini, Amandina mampu memproduksi 25 ribu ton rPET per tahun, di mana hal ini akan memberikan kontribusi nyata dalam mengatasi persoalan sampah plastik di Indonesia. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler