Cina Diminta Pangkas Biaya Melahirkan untuk Tingkatkan Kesuburan
Populasi Cina turun tahun 2022 lalu untuk pertama kalinya dalam enam dekade.
REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Direktur Departemen Pemantauan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga di bawah Komisi Kesehatan Nasional (NHC) Yang Wenzhuang telah mendesak pemerintah daerah untuk mengambil langkah berani untuk menurunkan biaya melahirkan dan membesarkan anak. Tindakan ini dinilai perlu dalam mengurangi beban keluarga dan meningkatkan kesuburan.
Melalui laporan publikasi The Paper pada Jumat (10/2/2023), Yang menekankan pentingnya dukungan keluarga untuk meningkatkan tingkat kesuburan. Dia mengatakan bahwa kekhawatiran tentang uang dan pengembangan karir di kalangan perempuan adalah faktor utama orang memilih untuk tidak memiliki bayi.
Kebijakan yang tepat diperlukan untuk meningkatkan tingkat kesuburan. "Pemerintah daerah harus didorong untuk secara aktif mengeksplorasi dan membuat inovasi berani dalam mengurangi biaya persalinan, pengasuhan anak dan pendidikan untuk mempromosikan pembangunan penduduk yang seimbang dalam jangka panjang," kata Yang.
Data yang dirilis bulan lalu menunjukkan, populasi Cina turun tahun lalu untuk pertama kalinya dalam enam dekade. Laporan itu merupakan perubahan bersejarah yang diperkirakan akan menandai dimulainya periode penurunan yang panjang.
Selain itu, prospek populasi yang menua dengan cepat memperlambat ekonomi karena pendapatan turun dan utang pemerintah meningkat karena melonjaknya biaya kesehatan dan kesejahteraan. Ahli demografi memperingatkan, bahwa Cina mungkin menjadi tua sebelum menjadi kaya.
Menurut Yang, pemerintah Cina harus memahami dengan tegas jeda waktu penting dari perkembangan populasi selama rencana lima tahun ke-14 yang berlangsung hingga 2025. Tindakan ini untuk mempercepat promosi dukungan melahirkan anak.
Cina selama beberapa dekade disibukkan dengan prospek pertumbuhan populasi yang tak terkendali dan memberlakukan kebijakan satu anak yang ketat dari 1980 hingga 2015. Namun kini populasinya sudah mulai menyusut dan India akan menjadi negara terpadat di dunia.
Biro Statistik Nasional Cina melaporkan, penurunan sekitar 850 ribu orang untuk populasi 1.41175 miliar pada 2022, penurunan pertama sejak 1961, tahun terakhir Kelaparan Besar Cina. Tingkat kelahiran tahun lalu hanya 6,77 kelahiran per 1.000 orang, turun dari tingkat 7,52 kelahiran pada 2021 dan menandai tingkat kelahiran terendah dalam catatan.
Sebagian besar penurunan demografis adalah hasil dari kebijakan satu anak serta biaya pendidikan tinggi yang membuat banyak orang menunda memiliki lebih dari satu anak atau memiliki sama sekali. Pakar PBB melihat populasi China menyusut hingga 109 juta pada 2050, lebih dari tiga kali lipat penurunan perkiraan sebelumnya pada 2019.
Untuk menyiasati jumlah penduduk yang menyusut drastis, beberapa langkah sedang diambil oleh Cina. Pemerintah Cina telah berusaha mendorong pasangan untuk memiliki lebih banyak anak dengan keringanan pajak dan pemberian uang tunai. Ditambah lagi, pemerintah memberikan cuti hamil yang lebih murah hati, asuransi kesehatan, dan subsidi perumahan.
Tapi para ahli demografi mengatakan, langkah-langkah itu tidak cukup. Mereka mengutip biaya pendidikan tinggi, upah rendah, dan jam kerja yang terkenal panjang, bersama dengan dampak Covid-19, dan keadaan ekonomi secara keseluruhan.
Untuk mendukung program pemerintah pusat, beberapa wilayah pun mengambil inisiatif. Otoritas kesehatan di provinsi Sichuan mengatakan pada Januari, mereka akan mengizinkan orang yang belum menikah untuk berkeluarga dan menikmati manfaat yang disediakan untuk pasangan yang sudah menikah mulai 15 Februari.
Secara terpisah, beberapa provinsi termasuk Shaanxi mengumumkan pekan ini, bahwa pemerintah daerah akan memberikan hingga 5.000 yuan kepada donor sperma untuk meningkatkan bank sperma.